Orde
Baru (Nijam-i-jedid)
Pembaruan
lebih luas banyak dilakukan oleh Sultan Salim III
(1789-1807). Meskipun Salim gagal dalam banyak hal, usaha
pembaharuannya menimbulkan Nijami-jedid
dan meletakkan dasar pembaharuan Turki modern.
Program pembaruan Salim yang
paling serius adalah bidang militer. Salim berusaha
meningkatkan kemampuan Jenisserry
dengan mengharuskan mereka mengikuti pendidikan dan latihan
terprogram di bawah instruktur Prancis. Hak Jerman menjadi
Jenisserry
secra turun temurun dihapuskan da diganti dengan keharusan
mengikuti seleksi berdasar ukuran professional.sekarang
Jenisserry
dituntut menguasai strategi dan militer modern.1
Mahmud II dinobatkan menjadi
sultan yang baru menggantikan Salim. Ia berpendapat bahwa
perbaruan lebih dari sekedar modernissai administrasi dan
militer. Mahmud berusaha mengakomodasi kekuatan yang beraneka
ragam sambil perlahan-lahan merekrut orang yang sepaham
dengannya dari golongan elit ulama dan Jinesserry
kemudian menempatkan mereka pada posisi penting dalam
lembaga-lembaga keagamaan dan militer, seperti Syekh
al-Islam, Kadi-Asker, Kadi Istanbul,
dan para perwira militer. Setelah perang dengan Rusia
selesai tahun 1812 dan berhasil memperkecil kekuasaan pejabat
pejabat propinsi dan independen, Mahmud melihat saat
pembaharuan telah tiba. Langkah pertamanya adalah melemahkan
oposisi kelompok ulama konservatif, melalui pencabutan otonomi
lembaga administratif lembaga keagamaan dan sistem sumbangan
keagamaan diperbarui.
Tahun 1826, Mahmud membentuk satu
korp tentara baru diluar Jeniserry. Ia menggunakan instruktur militer
yang dikirim Muhammad Ali dari Mesir guna menghindari reaksi ulama.
Dengan restu dari Syekh al-islam, Mahmud memerintahkan tentara baru
memadamkan pemberontakan dan menyatakan Jenisery bubar. Bagi ulama
konservaif, pembubarab Jeniserry merupakan tapara serius terhadap prn
mereka di kerajaanTurki. Pembaruab itu berarti tidak ada lagi
kekuatan militer yang dapat membantu interes-interes ulama.
Dengan melemahnya oposisi Mahmud
mulai membenahi birokrasi. Kekuasaan lur biasa yang menurut tradisi
dimiliki para pejabat negra dibatasi. Selanjutnya, Mahmud mencabut
jabtan Wazir Agung dan mengganti dengan Perdana Menteri dan membawahi
menteri-menteri dengan kedudukan semi otonomi. Dalam
perundang-undangan baru di samping hukum syariah diadakan pula hukum
sekuler dengan dua system peradilan. Hukum syariah sebagian besar
menyangkut masalah keluarga, dan bidang kehidupan yang lain diatur
dalam dalam hukum sekuler. Pengadilan syariah berada dibawah
kekuasaan Syekh
al-Islam, sedangkan
pengadilan sekuler diselenggarakan oleh Majlich-I
Ahkam-I Adliye
semacam dewan perancang hukum.
Dalam bidang pendidikan didirikan
sekoah umum di daerah-daerah seperti Mekteb Ma’arif (sekolah
pengetahuan umum) dan Mekteb Ulum Edebiye (Sekolah Sastra). Sekolh
yang pertama bertujuan mempersiapkan para siswa menjadi tenaga
administrative, sedangkan yang kedua menjadi penerjemah. Ditingkat
perguruan tinggi mendirikan Akademi Militer, Sekolah Tenknik, Sekolah
Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan.
Pemabaruan yang dilakukan Mahmud di
atas, makin meperjelas arah pembaruan Turki selanjutnya. Dalam bidang
pendidikan melahirkan suatu generasi terdidik ditengah masyarakat
yang terbiasa dengan ide modern Barat. Mereka tampilsebagai elit
pemerintah dan penganjur gigih pembaruan. Dengan kata lain, hal ini
menjelaskan tradisi pembaruan berhasil memperkuat dan diidentifikasi
dengan ide pembaruan westernisasi. Ironisnya, program pembaruan
Mahmud tidak mampu membangktkan Turki,sebaliknya Turki menjadi sangat
tergantung pada Eopa dalam hutang luar negri dan ahli teknologi.2
Reorganisasi
Periode setelah Mahmud sering disebut
Era Tanzimat atau Reorganisasi. Tanzimat berarti usaha untuk
memperbaiki sruktur kehidupan umum dan menciptakan sentralisasi
pemerintahan efektif.
Abdul Malik dilntik menjadi Sultan
Turki menggantikan Mahmud tahun 1839. Pembaruan berusaha
memperkuatdan memodernisasi kerajaan, dibawah pimpinan Perdana
Menteri Rasyid Psha. Abdul Majid mengumumkan piagam Hatt Sherif
Gulhane (Charter Libertites) 1939, sebagai dasar pembaruan di
bidangadministrasi, pajak, hukum, pendidikan, kaum minorities dan
militer.
Pembaruan yang dijalankan Rasyid
Pasha terhambat oleh oposisi ulama dn kerusushan inernasional akibat
perang Crimea. Pemerintah Turki didesak memperjelas dan memperbesar
hak orang Kristen. Tahun 1856, tahun berakirnya perang Crimea
pemerintah mengumumkan piagam Hatt
Humayun mendapat
reaksi keras dari ulama namun, dengan diumumkannya pengakuan atas
hak-hak minoritas (Piagam Hatt Humayun) tetap tidak mengubah keadaan.
Sultan Adul Aziz (1861) sebenarnya anti-Barat dan menentang pembaruan
libeal. Nota pemerintahan Pranci, Inggris dan Austria 1867 kepada
sultan meneknkan adanya langkah-langkah aktif melaksanakan pembaruan,
sebagaimana yang dimaksud dalam Piagam Hatt
Hmayun. Dengan
demikian, usaha pembaruan yang dipimpin Perdana Menteri Ali Pasha
tetap mendapat kesulitan karena tidak mendapat dukungn sultan, selain
tidak melibatkan masyarakat Kekuasaan Sultan yang absolute dan korup
mnggambarkan sifat reaksioner pemerintah dalam melaksanakan
pembaruan.
1
Ibid, hlm. 100
2
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 142-144.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar