Rabu, 02 Desember 2015

Nijami Jedid

Orde Baru (Nijam-i-jedid)
Pembaruan lebih luas banyak dilakukan oleh Sultan Salim III (1789-1807). Meskipun Salim gagal dalam banyak hal, usaha pembaharuannya menimbulkan Nijami-jedid dan meletakkan dasar pembaharuan Turki modern.
Program pembaruan Salim yang paling serius adalah bidang militer. Salim berusaha meningkatkan kemampuan Jenisserry dengan mengharuskan mereka mengikuti pendidikan dan latihan terprogram di bawah instruktur Prancis. Hak Jerman menjadi Jenisserry secra turun temurun dihapuskan da diganti dengan keharusan mengikuti seleksi berdasar ukuran professional.sekarang Jenisserry dituntut menguasai strategi dan militer modern.1
Mahmud II dinobatkan menjadi sultan yang baru menggantikan Salim. Ia berpendapat bahwa perbaruan lebih dari sekedar modernissai administrasi dan militer. Mahmud berusaha mengakomodasi kekuatan yang beraneka ragam sambil perlahan-lahan merekrut orang yang sepaham dengannya dari golongan elit ulama dan Jinesserry kemudian menempatkan mereka pada posisi penting dalam lembaga-lembaga keagamaan dan militer, seperti Syekh al-Islam, Kadi-Asker, Kadi Istanbul, dan para perwira militer. Setelah perang dengan Rusia selesai tahun 1812 dan berhasil memperkecil kekuasaan pejabat pejabat propinsi dan independen, Mahmud melihat saat pembaharuan telah tiba. Langkah pertamanya adalah melemahkan oposisi kelompok ulama konservatif, melalui pencabutan otonomi lembaga administratif lembaga keagamaan dan sistem sumbangan keagamaan diperbarui.
Tahun 1826, Mahmud membentuk satu korp tentara baru diluar Jeniserry. Ia menggunakan instruktur militer yang dikirim Muhammad Ali dari Mesir guna menghindari reaksi ulama. Dengan restu dari Syekh al-islam, Mahmud memerintahkan tentara baru memadamkan pemberontakan dan menyatakan Jenisery bubar. Bagi ulama konservaif, pembubarab Jeniserry merupakan tapara serius terhadap prn mereka di kerajaanTurki. Pembaruab itu berarti tidak ada lagi kekuatan militer yang dapat membantu interes-interes ulama.
Dengan melemahnya oposisi Mahmud mulai membenahi birokrasi. Kekuasaan lur biasa yang menurut tradisi dimiliki para pejabat negra dibatasi. Selanjutnya, Mahmud mencabut jabtan Wazir Agung dan mengganti dengan Perdana Menteri dan membawahi menteri-menteri dengan kedudukan semi otonomi. Dalam perundang-undangan baru di samping hukum syariah diadakan pula hukum sekuler dengan dua system peradilan. Hukum syariah sebagian besar menyangkut masalah keluarga, dan bidang kehidupan yang lain diatur dalam dalam hukum sekuler. Pengadilan syariah berada dibawah kekuasaan Syekh al-Islam, sedangkan pengadilan sekuler diselenggarakan oleh Majlich-I Ahkam-I Adliye semacam dewan perancang hukum.
Dalam bidang pendidikan didirikan sekoah umum di daerah-daerah seperti Mekteb Ma’arif (sekolah pengetahuan umum) dan Mekteb Ulum Edebiye (Sekolah Sastra). Sekolh yang pertama bertujuan mempersiapkan para siswa menjadi tenaga administrative, sedangkan yang kedua menjadi penerjemah. Ditingkat perguruan tinggi mendirikan Akademi Militer, Sekolah Tenknik, Sekolah Kedokteran, dan Sekolah Pembedahan.
Pemabaruan yang dilakukan Mahmud di atas, makin meperjelas arah pembaruan Turki selanjutnya. Dalam bidang pendidikan melahirkan suatu generasi terdidik ditengah masyarakat yang terbiasa dengan ide modern Barat. Mereka tampilsebagai elit pemerintah dan penganjur gigih pembaruan. Dengan kata lain, hal ini menjelaskan tradisi pembaruan berhasil memperkuat dan diidentifikasi dengan ide pembaruan westernisasi. Ironisnya, program pembaruan Mahmud tidak mampu membangktkan Turki,sebaliknya Turki menjadi sangat tergantung pada Eopa dalam hutang luar negri dan ahli teknologi.2
Reorganisasi
Periode setelah Mahmud sering disebut Era Tanzimat atau Reorganisasi. Tanzimat berarti usaha untuk memperbaiki sruktur kehidupan umum dan menciptakan sentralisasi pemerintahan efektif.
Abdul Malik dilntik menjadi Sultan Turki menggantikan Mahmud tahun 1839. Pembaruan berusaha memperkuatdan memodernisasi kerajaan, dibawah pimpinan Perdana Menteri Rasyid Psha. Abdul Majid mengumumkan piagam Hatt Sherif Gulhane (Charter Libertites) 1939, sebagai dasar pembaruan di bidangadministrasi, pajak, hukum, pendidikan, kaum minorities dan militer.
Pembaruan yang dijalankan Rasyid Pasha terhambat oleh oposisi ulama dn kerusushan inernasional akibat perang Crimea. Pemerintah Turki didesak memperjelas dan memperbesar hak orang Kristen. Tahun 1856, tahun berakirnya perang Crimea pemerintah mengumumkan piagam Hatt Humayun mendapat reaksi keras dari ulama namun, dengan diumumkannya pengakuan atas hak-hak minoritas (Piagam Hatt Humayun) tetap tidak mengubah keadaan. Sultan Adul Aziz (1861) sebenarnya anti-Barat dan menentang pembaruan libeal. Nota pemerintahan Pranci, Inggris dan Austria 1867 kepada sultan meneknkan adanya langkah-langkah aktif melaksanakan pembaruan, sebagaimana yang dimaksud dalam Piagam Hatt Hmayun. Dengan demikian, usaha pembaruan yang dipimpin Perdana Menteri Ali Pasha tetap mendapat kesulitan karena tidak mendapat dukungn sultan, selain tidak melibatkan masyarakat Kekuasaan Sultan yang absolute dan korup mnggambarkan sifat reaksioner pemerintah dalam melaksanakan pembaruan.



1 Ibid, hlm. 100
2 Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam, hlm. 142-144.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar