Kamis, 10 Agustus 2017

Aspek-aspek Pekembangan Anak



ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN ANAK
Oleh: Arvianita
UIN Sunankalijaga Yogyakarta

PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Makhluk hidup dari waktu ke waktu mengalami perkembangan entah itu dari fisik ataupun psikologisnya. Dimana dalam kehidupan sehari-hari perkembangan fisik lebih dikenal dengan sebutan pertumbuhan sedangkan pada pertumbuhan non-fisiknya dinamakan perkembangan psikologis. Perkembangan psikologi  diartikan sebagai perubahan-perubahan tertentu pada diri manusia antara konsepsi dan mati.
Perkembangan anak sudah dimulai saat ia masih berada didalam rahim ibu. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak seperti keluarga, sekolah, lingkungan. Psikologis anak dapat berubah sesuai dengan lingkunagn yang dihadapinya. Berikut kami paparkan beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan anak.

PEMBAHASAN
Aspek-aspek Perkembangan Anak
a.    Periode perkembangan anak[1]
1)   Periode pra-natal (sejak konsepsi sampai kelahiran)
2)   Periode infasi (sejak lahir sampai umur 10-14 hari)
3)   Masa bayi (sejak umur 2 minggu sampai 2 tahun)
4)   Masa anak-anak (sejak umur 2 tahun sampai remaja)
Periode ini dibagi menjadi dua yakni masa anak-anak awal dan masa anak-anak akhir. Yang dimaksud dengan masa anak-anak awal yakni saat anak berusia 2 sampai 6 tahun. Di masa ini anak sedang berusaha untuk menguasai lingkungannya dan belajar mengadakan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Sedangkan masa anak akhir yakni pada saat anak berumur 6 sampai 13 tahun untuk anak perempuan dan 14 tahun untuk anak laki-laki.
5)   Masa pubertas (sejak umur 11 tahun sampai 16 tahun)
Pada masa ini tubuh anak akan mulai mengalami perubahan menjadi tubuh orang dewasa.
Feldman mengungkapkan bahwa kehidupan manusia berlangsung dari tahap-tahap. Tahapan kehidupan manusia pada dasarnya sama dengan perubahan geologis bumi yang menjadikan evolusi kehidupan secara bertahap. Tiap tahapan dibedakan dengan adanya ciri dan karakteristik tertentu yang menonjol.
b.    Perkembangan fisik
Perkembangan fisik mempunyai pengaruh langsung terhadap anak karena menentukan  hal-hal yang dapat dilakukan oleh anak secara tidak langsung baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Pertumbuhan terjadi dalam siklus yang teratur dan menunjukkan tempo yang berbeda-beda pada usia yang berbeda-beda dan  bagian tubuh yang berbeda pula. [2]
Kuhlen dan Thompson (Hurlock,1956) mengemukakan bahwa perkembanganm fisik individu meliputi 4 aspek,yaitu:[3]
1.    Sistem syaraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi,
2.    Otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik,
3.    Kelenjar endokrin, menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru, seprti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan, yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis,
4.    Srtuktur tubuh atau fisik yang meliputi tinggi, berat dan proposi.
c.    Perkembangan kemampuan kognitif (intellegensi)
Lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang terus menerus mendorong organisme untuk menyesuaikan diri dengan situasi realitas. Yang termasuk kedalam perkembangan kemampuan kognitif ini meliputi: [4]
1.    Asimilasi dan akomodasi, asimilasi adalah organisme menyesuaikan diri dengan lingkungannya terhadap sistem biologis yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah modifikasi organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2.    Keseimbangan, adaptasi merupakan proses keseimbangan asimilasi dan akomodasi. Hal ini berarti bahwa interaksi antara organisme dan lingkungannya seimbang. Individu tidak akan mengadakan adaptasi apabila suatu kegiatan asimilasi atau adaptasi berlebihan. Dapat disimpulkan bahwa adaptasi adalah kegiatan mental dimana untuk pertama kalinya individu berusaha menghadapi suatu bagian lingkungan.
3.    Skema, asimilasi mental melibatkan kegiatan data sensoris ke dalam pola tingkah laku atau pola intelektual yang sudah ada, sedangkan akomodasi melibatkan kegiatan penyesuaian pola-pola tersebut terhadap data sensoris. Pola ini yang disebut dengan skema. Penggabunagn dua atau lebih skema yang terpisah dan berbeda menunjukkan pengertian setiap skema berasimilasi dengan yang lainnya.
Menurut Anita E. Woolfolk (1995), mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama intellegensi itu meliputi 3 pengertian:[5]
1.    Kemampuan untuk belajar
2.    Keseluruhan pengetahuan yang diperoleh
3.    Kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengann situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
d.   Perkembangan emosi
Penelitian-penelitain mengenai emosi yang sudah dilakukan khususnya pada anak-anak menunjukkan bahwa emosi memainkan peran penting dalam perkembangan diri anak. [6]
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif, baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas. Warna afektif diatas adalah perasaaan-perasaan tertentu yang dialami pada saaat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu. Contohnya ; gembira, bahagia, putus asa, benci, dan sebagainya.[7]
e.    Aspek perkembangan bahasa
Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan empat tugas pokok. Apabila anak berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas lainnya. Tugas-tugas itu antara lain:[8]
1.    Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna, ucapan orang lain,
2.    Pengembangan perbendaharaan kata, perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai pada usia 2 tahun, kemudian terus meningkat sampai masuk sekolah,
3.    Penyusunan kata-kata menjadi kalimat, kemampuan ini umumnya berkembang pada usia 2 tahun. Misalnya “ mau bermain bola”,
4.    Ucapan, kemampuan ini adalah hasil dari meniru-niru apa yang didengar dari orang lain.
f.     Aspek perkembangan sosial
Perkembangan sosial adalah proses belajar untuk untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi yang melebur menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi. Anak dilahirkan belum bersifat sosial, dalam arti dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain.
g.    Aspek perkembangan kepribadian
Kata kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris personality. Personality berasal dari bahasa latin person (kedok) dan personare  (menembus). Menurut Abin Syamsuddin Makmun (1996), kepribadian adalah kualitas perilaku individu yang tampak, dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik.
h.    Aspek perkembangan moral
Kata moral berasal dari bahasa latin, mos (moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Nilai-nilai moral seperti, seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, larangan untuk mencuri, zina, dan meminum minuman keras, dan sebagainya.
i.      Aspek perkembangan agama  
Agama sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dimana dia tinggal, dia akan terpengaruh dengan agama di lingkungannya. Jika lingkungan sekitar baik dalam beribadah, maka anak trsebut juga akan berperilaku baik dalam kehidupan.

ANALISIS
Setiap makhluk hidup pasti mengalami apa itu yang dinamakan perkembangan. Yang mana dalam setiap perkembangan yang dialami setiap anak-anak memiliki karakteristiknya masing-masing. Karakter dari masing-masing pertumbuhan itulah yang membedakan antara fase yang satu dan yang lainnya.
Perkembangan anak dialami dari anak masih didalam kandungan hingga ia lahir dan meninggal nantinya. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi berjalannya perkembangan, baik itu faktor yang bersifat positif maupun faktor yang bersifat negatif. Semua itu saling mendukung keberlangsungan perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Sutjihati. 2009. Psikologi Anak luar Biasa. Cet III. Bandung: Refika Aditama.
Yusuf, Syamsu. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Cet III. Bandung: Remaja Rosdakarya.



[1] Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, cet III, 2009), hlm. 2.
[2] Ibid., hlm. 4.
[3] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Remaja Rosdakarya, cet III, 2002).
[4] Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, cet III, 2009), hlm.5.
[5] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Remaja Rosdakarya, cet III, 2002).
[6] Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, (Bandung: Refika Aditama, cet III, 2009),hlm.22.
[7] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung, Remaja Rosdakarya, cet III, 2002).

Kamis, 01 Juni 2017

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANAK



HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANAK
arvianita558@gmail.com
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

LATAR BELAKANG
 Keluarga merupakan lembaga pendidikan informal yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya tidak kalah penting dari lembaga formal dan non formal. Orang tua merupakan guru pertama yang dikenal oleh anak. Kepribadian, cara bicara, cara berpakaian, dan gaya hidup selalu menjadi panutan anaka-anaknya. Maka, orang tua merupakan model yang selalu menjadi idola oleh anak-anaknya. Pola Asuh (Parenting Style) adalah cara orang tua mendidik anak-anaknya yang dapat mempengaruhi kepribadian anaknya secara signifikan.[1] Macam-macam pola asuh orang tua yang kita kenal di masyarakat ada tiga, yaitu pola asuh Otoriter, pola asuh Demokratis, dan pola asuh Permisif.
Pola asuh orang tua tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku anak, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat. Dalam belajar di sekolah, sikap anak berbeda-beda. Tentu saja semua dipengaruhi oleh sifat dan sikap bawaan anak dari rumah yang ditanamkan oleh orang tua.
Perilaku dalam diri anak berhubungan dengan kedewasaan yang berhubungan dengan perkembangan, perkembangan dalam kedewasaan disini memiliki dua artian yaitu kedewasaan dalam berfikir dan kedewasaan pencapaian umur. Anak yang berumur satu tahun lebih tua belum tentu memiliki pola pikir yang lebih dewasa dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda, begitu juga sebaliknya. Kedewasaan berhubungan dengan perkembangan, dan perkembangan itu sendiri merupakan suatu perubahan kearah yang lebih maju dan lebih dewasa.
Masing-masing anak memiliki loncatan dan kelambatan pada jenis usia perkembangan yang berbeda. Bagi anak yang hidup di dalam lingkungan yang baik dan teratur maka perkembangannya akan melalui proses umum, sehingga tiap-tiap usia perkembangan dapat masak pada waktunya. Akan tetapi tidak semua peserta didik hidup dalam lingkungan yang demikian. Kenyataanya kehidupan yang dialami oleh masing-masing anak sangat kompleks, maka banyak terjadi ketidaksamaan dari usia-usia perkembangan tersebut.

TUJUAN PENELITIAN
1.    Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak
2.    Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku anak


KAJIAN TEORI
Perkembangan
Perkembangan ialah perubahan-perubahan psiko-fisik sebagi hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam kurun waktu tertentu untuk menuju kedewasaan.[2]

Pola Asuh Orang Tua
Menurut Ahmad Tafsir “Pola asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[3]
Pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi orang tua dan anak, dimana orang tua yang memberikan dorongan bagi anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin tahu, bersahabat dan berorientasi untuk sukses.[4]
Jadi pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Pola asuh yang dikenal dalam masyarakat ada 3 yakni:
1.    Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh yang menegaskan akan kekuasaan orang tua di dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.[5] Ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai berikut:[6]
a.    Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh membantah.
b.    Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak dan kemudian menghukumnya.
c.    Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan kepada anak.
d.   Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, maka anak dianggap pembangkang.
e.    Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
f.     Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk anak dan anak hanya sebagai pelaksana.
g.    Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
2.    Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak selama tidak memberatkan anak.[7] Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: [8]
a.    Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti oleh anak.
b.    Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar di tinggalkan.
c.    Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.
d.   Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
e.    Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua dan anak serta sesama keluarga.
3.    Pola asuh permisif, yaitu pola asuh yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. [9] Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: [10]
a.    Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan membimbingnya.
b.    Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa bodoh.
c.    Mengutamakan kebutuhan material saja.
d.   Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan dan norma-norma yang digariskan orang tua).
e.    Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam keluarga.

METODE PENELITAN
Tempat dan Waktu Penelitian
  1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di desa Basin, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah
  1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari Kamis, 25 Mei 2017

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan angket/kuesioner yaitu untuk mendapatkan data/fakta tentang variabel penelitian sesuai yang diketahui responden.
Angket/kuesioner disebut juga instrumen penelitian. Instrurnen penelitian, adalah berisi butir-butir pertanyaan yang mengungkap gambaran tentang perumusan pertanyaan dalam angket kuisioner pengaruh pola asuh orang tua dan angket kuisioner karakteristik anak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diperoleh data:
1.    Banyaknya responden adalah 12 orang.
2.    Dari 12 orang responden didapatkan hasil:
a.    Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter adalah sebanyak 64,58%
b.    Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis adalah sebanyak 80,20%
c.    Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif adalah sebanyak 59, 63%
d.   Karakteristik anak dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan presentase sebanyak 51.02%
Hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan anak
Hasil menunjukkan bahwa tidak semua orang tua menerapkan pola asuh yang sama terhadap anak mereka. Dalam artian setiap responden memiliki pola asuh yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi perkembangan anak. Sehingga perkembangan anak yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda pula. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan baik maka perkembangan anak menjadi bagus. Sebaliknya jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan buruk maka perkembangan anak menjadi lemah atau tidak sebaik perkembangan anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang bagus.
Latar keluarga, kondisi emosi dan suasana rumah yang berbeda, dengan sendirinya akan mempengaruhi tingkat perkembangan anak. Jadi pola asuh orang tua mempunyai peranan penting dalam keberhasilan perkembangan anak.

Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku anak
Setiap tipe pengasuhan pasti memiliki resiko masing-masing. Tipe otoriter memang memudahkan orang tua, karena tidak perlu bersusah payah untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki depresi yang lebih tinggi. Orangtua dengan pola asuh demokratis cenderung menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, rasa ingin tahu yang besar, kreatif, percaya diri, cerdas, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormari orangtua, berprestasi baik, dan dapat berkomunikasi baik dengan lingkungan sekitar. Sementara pola asuh permisif cenderung pada apa ynag dilakukan anak diperbolehkan orang tua dan orang tua juga menuruti segala keinginan anak. Sehingga pola asuh ini cenderung menjadikan anak lebih terlihat manja karena apa yang diinginkan anak dapat terpenuhi.

KESIMPULAN
  1. Orang tua memiliki peranan penting terhadap perkembangan anak. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan baik maka perkembangan anak menjadi bagus. Sebaliknya jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan buruk maka perkembangan anak menjadi lemah atau tidak sebaik perkembangan anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang bagus.
  2. Pola asuh orang tua yang dikenal di masyarakat ada 3 yakni pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku siswa baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Pola asuh otoriter menjadikan perilaku anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki depresi yang lebih tinggi. Pola asuh demokratis cenderung menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, rasa ingin tahu yang besar, kreatif, percaya diri, cerdas, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormari orangtua, berprestasi baik, dan dapat berkomunikasi baik dengan lingkungan sekitar. Sedangkan pola asuh permisif cenderung menjadikan anak lebih terlihat manja.

DAFTAR PUSTAKA
Efendhi, Fahrizal. 2014. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling. IKIP Veteran Semarang.
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar Pendidikan 2. Jakarta: PT Grasindo.
Irwanto, Danny I. Yatim. 1991. Kepribadian Keluarga Narkotika. Jakarta: Arcan
Latipah, Eva. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pedagogia
Kartono, Kartini. 1985. Peran Keluarga Membentuk Anak. Jakarta: Rajawali
Tridhonanto, Al dan Beranda Agency. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex Media Komputindo


[1] Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pedagogia, 2012), hlm. 237.
[2] Kartini Kartono, Peran Keluarga Membentuk Anak, (Jakarta: Rajawali, 1985), hlm. 20.
[3] Danny I. Yatim Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta: Arcan, 1991), hlm. 94.
[4] Al Tridhonanto dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 5.
[5] Fahrizal Efendhi, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling, IKIP Veteran Semarang, 2014.
[6] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hlm. 88.
[7] Fahrizal Efendhi, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling, IKIP Veteran Semarang, 2014.
[8] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hlm. 87.
[9] Fahrizal Efendhi, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling, IKIP Veteran Semarang, 2014.
[10] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT Grasindo, 1992), hlm. 89.