PENERAPAN MODEL COOPERATIVE
LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KERJASAMA SISWA KELAS III A
DI MI AL IHSAN MEDARI
Arvianita
Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta
Email: arvianita558@gmail.com
Abstrak
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kerjasama antar siswa kelas III A
di MI Al Ihsan Medari. Karena keterampilan kerjasama dalam pendidikan sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Melihat situasi
saat ini siswa kurang dalam hal keterampilan kerjasama antar teman, maka
peneliti menginginkan penerapkan model Cooperative Learning tipe Think Pair
Share (TPS) dalam hal membangun kerjasama siswa. Model Cooperative Learning
tipe Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang melibatkan
peserta didik secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran mulai dari
merencanakan topik yang akan dipelajari, bagaimana mendiskusikan topik suatu
materi, hingga melakukan presentasi kelompok serta evaluasi. Melalui strategi
ini siswa dilatih untuk dapat bekerja sendiri, bekerjasama dengan kelompok
kecil, dilatih untuk berkomunikasi
sosial, serta dilatih untuk terbiasa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, teknik Thunk Pair Share ini terbukti mampu
meningkatkan kerjasama peserta didik serta dapat membangun kemampuan interaksi
sosialnya.
Kata
kunci: kerjasama, pembelajaran kooperatif, think pair share
A. PENDAHULUAN
Perkembangan
masyarakat beserta kebudayaannya sekarang ini semakin mengalami percepatan yang
meliputi seluruh aspek kehidupan. Mulai dari kecenderungan globalisasi yang
pesat, perkembangan iptek yang semakin cepat, serta perkembangan arus informasi
yang semakin padat dan akurat. Hal inilah yang disebut dengan gambaran masyarakat
masa depan. Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja kita tidak dapat
menghindari bahkan bersembunyi ketika dihadapkan dengan kondisi yang seperti
ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapinya adalah melalui
pendidikan, karena pendidikan mempunyai fungsi sebagai proses transformasi
budaya, sebagai proses pembentukan pribadi, sebagai penyiapan warga negara dan
sebagai penyiapan tenaga kerja (Tirtarahardja, 2005:33). Sehingga peranan
pendidikan menjadi sangat penting terutama dalam menyiapkan peserta didik untuk
menghadapi perkembangan zaman dimasa yang akan datang.
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1
Pasal 1 Ayat 1, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam dunia
pendidikan, keterampilan kerjasama merupakan hal penting yang harus
dilaksanakan dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar sekolah.
Kerjasama dapat mempercepat berjalannya suatu tujuan pembelajaran, sebab
biasanya suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada belajar
secara individu (Hamid, 2011:66). Hal ini selaras dengan sebuah pepatah yang
mengatakan “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”, yang dapat
diartikan bahwa dengan adanya kerjasama maka suatu pekerjaan akan mudah
terselesaikan daripada kerja secara individu.
Kenyataannya, masalah
yang dihadapi sekarang ini adalah kerjasama siswa yang belum optimal. Hal ini
terjadi karena cara belajar dari peserta didik hanya sekedar mendengarkan apa
yang disampaikan oleh guru dan kurang berupaya untuk memahami isi pelajaran,
akhirnya pada saat ujian tiba peserta didik harus menghafalkan kembali apa yang
mereka dapat. Belajar yang seperti ini merupakan cara belajar yang gagal dalam mencapai
tujuan pembelajaran yang sesungguhnya (Apriono, 2011:161). Pembelajaran yang
hanya berorientasi pada hasil tentunya akan berdampak kurang baik bagi peserta
didik, karena peserta didik akan cenderung individualistis, kurang toleransi,
serta jauh dari nilai kebersamaan.
Fenomena yang dapat
kita lihat secara jelas pada peserta didik saat ini adalah mereka justru
beranggapan bahwa aktivitas yang mengasyikkan justru datang dari luar jam
pelajaran. Hal ini disebabkan karena mereka merasa terbebani ketika berada di
dalam kelas, apalagi jika dihadapkan dengan mata pembelajaran yang membosankan
bagi mereka.
Proses peserta didik
belajar didapatkan dari 10% membaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa
yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang
dikatakan, serta 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Hamid, 2011:115).
Hal ini menunjukkan bahwa, jika guru mengajar hanya dengan ceramah, maka
peserta didik akan meningat dan menguasai pembelajaran tersebut sebanyak 20%
saja. Namun sebaliknya jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu
dan melaporkannya siswa akan mengingat serta menguasai pembelajaran tersebut
sebanyak 90%.
Guru sebagai tenaga
pendidik harus mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dengan
kemampuan untuk berkreasi sendiri, mandiri, bertanggung jawab, dan dapat
memecahkan masalah yang dihadapi. Maka dari itu, seorang guru memerlukan
inovasi pembelajaran agar peserta didik semangat untuk belajar, memiliki
motivasi belajar, dan senang untuk menyambut pelajaran di sekolah.
Dalam pembelajaran
dikenal dengan berbagai metode pembelajaran. Salah satunya adalah model
pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Cooperative Learning
merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim
yang terdiri atas 4-6 orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras atau suku yang heterogen (Sanjaya, 2009:240). Setiap anggota
kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas hasil yang akan dicapai terhadap
tugas yang diberikan. Oleh karenanya, setiap anggota akan saling membantu,
mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan
memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi demi keberhasilan
kelompoknya.
Intisari dari Cooperative
Learning adalah terjadinya
pengembangan yang positif dan saling ketergantungan antara anggota kelompok,
sehingga terjadi kegiatan saling membantu antara peserta didik yang
kemampuannya memadai dengan peserta didik yang kemampuannya kurang memadai (Marsuha,
2007:329).
Adapun ciri-ciri dari
model Cooperative Learning adalah:
1. Peserta
didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya
2. Kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang
sama
3. Bila
mungkin, kelompok terdiri dari suku, ras, agama, jenis kelamin yang berbeda
4. Penghargaan
lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu
Pembelajaran
kooperatif ini lebih menekankan kepada kerjasama peserta didik dalam
menyelesaikan masalah, sehingga selain peserta didik dapat bertambah
pengetahuannya dan meningkatkan prestasi akademik, kemampuan interaksi sosial
dan kerjasama peserta didik pun akan meningkat. Salah satu pembelajaran
kooperatif yang dapat membangun kerjasama yang lebih adalah Think Pair Share.
Think
Pair Share merupakan metode yang menempatkan guru sebagai
motivator, fasilitator, mediator, evaluator dan pembimbing. Think Pair Share
menghendaki peserta didik untuk dapat menyelesaikan masalah secara
individu, lalu berinteraksi dengan pasangannya dan berdiskusi untuk berbagi
informasi.
Ibrahim (2000:3)
mengemukakan bahwa Think Pair Share adalah jenis pembelajaran kooperatif
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair
Share menghendaki agar siswa dapat saling membantu dalam kelompok kecil
(2-6 anggota). Sedangkan Lie (2002:57) berpendapat bahwa Think Pair Share
adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat
berperan penting untuk membimbing siswa dalam diskusi, sehingga dapat tercipta
suasana pembelajaran yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan.
Berdasarkan pendapat
yang telah dikemukakan oleh Ibrahim dan Lie di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa Think Pair Share yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk berfikir dalam menyelesaikan suatu masalah serta dapat melakukan
kerjasama dengan temannya dalam bentuk berbagi pengetahuan dengan kelompok
kecilnya. Sehingga seluruh anggota dapat berpartisipasi aktif di dalam
kelompoknya.
Secara umum, Think
Pair Share memiliki 3 proses tahapan yakni berfikir (Think),
berpasangan (Pair), dan berbagi pada kelompok yang lain (Share).
Berfikir (Think), yakni peserta didik diminta untuk berfikir terlebih
dahulu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, kemudian berpasangan (Pair),
siswa diminta untuk membentuk kelompok untuk mendiskusikan apa yang sebelumnya
dipikirkan secara mandiri dan kemudian diakhiri dengan berbagi pada kelompok
yang lain (Share) setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka
salah satu perwakilan diminta untuk membagikan informasi yang telah disepakati
kelompoknya kepada kelompok yang lain. Sehingga semua kelompok dapat melaporkan
berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.
Think
Pair Share ini
dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi dan kerjasama peserta didik di
dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan dengan pembelajaran ceramah
yang menggunakan metode hafalan dasar. Teknik ni mendorong jawaban siswa
setingkat lebih tinggi dan membantu siswa dalam bekerjasama menyelesaikan tugas
dengan kelompoknya.
Dengan adanya
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diharapkan dapat
menjadi salah satu alternatif untuk
melatih sekaligus meningkatkan kerjasama peserta didik dalam proses belajar
mengajar. Harapannya, peserta didik tidak hanya belajar semata-mata untuk
mencari nilai yang bagus dan mementingkan diri sendiri, tetapi juga untuk
membantu peserta didik agar mereka tidak kesulitan dalam bergaul dan terbiasa
untuk bekerjasama dengan orang lain. Manfaat lain yang dapat diharapkan adalah
terciptanya suasana pembelajaran yang lebih komunikatif, partisipatif dan
menyenangkan bagi peserta didik.
Melihat pemaparan di
atas, penulis tertarik untuk menyusun artikel dengan judul Penerapan Model Cooperative
Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dalam Upaya Meningkatkan
Kerjasama Siswa Kelas III A di MI Al Ihsan Medari. Tujuan dari penulisan
artikel ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam menumbuhkan serta
meningkatkan kerjasama siswa selama pembelajaran di MI Al Ihsan Medari.
B. METODOLOGI
Metode pengumpulan
data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari
penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan, maka
penulis tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan
(Suharsimi, 2006:308).
Dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang hasilnya berupa
data deskripsi tentang suatu fenomena atau fakta yang terjadi di lapangan tanpa
adanya manipulasi atau rekayasa.
Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, serta
dokumentasi. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Wawancara
mendalam yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab secara tatap muka antara pewawancara dengan responden.
Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi belajar, dimana
dalam penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni
mendeskripsikan dengan memahami makna dan gejalanya. Adapun yang menjadi subjek
penelitian ini adalah: 1) Wali kelas III A MI Al Ihsan, yang darinya peneliti
akan memperoleh data ketika pembelajaran berlangsung. 2) Siswa-siswi kelas III
A, yang darinya peneliti akan dapat memberikan beberapa pertanyaan serta
menanyakan hambatan yang dihadapi siswa ketika pembelajaran dengan menggunakan
teknik Think Pair Share.
Penelitian ini dilaksanakan dengan
rincian sebagai berikut:
Tabel
1.1 Jadwal
Observasi kelas III A
Hari/Tanggal
|
Pukul
|
Kegiatan
|
Lokasi
|
Rabu, 13 Oktober 2018
|
08:45-09:45
|
Observasi pembelajaran di
kelas III A
|
Kelas III A
|
Rabu, 13 Oktober 2018
|
11:30-12:00
|
Wawancara dengan wali
kelas III A Ibu Wahyu Rochayati, S.E
|
Kantor Guru
|
Selasa, 16 Oktober 2018
|
08:45-09:45
|
Observasi pembelajaran
dengan menggunakan teknik Think Pair Share
|
Kelas III A
|
Kamis, 18 Oktober 2018
|
09:45-10:10
|
Wawancara dengan sebagian
siswa kelas III A
|
Lingkungan MI
|
Kamis, 18 Oktober 2018
|
11:30-12:00
|
Wawancara dengan wali
kelas III A Ibu Wahyu Rochayati, S.E
|
Kantor Guru
|
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam dunia
pendidikan, muncul berbagai metode pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada
kerjasama, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning). Pembelajaran kooperatif
menggunakan sistem tim kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 anggota.
Dengan adanya pengelompokkan ini maka dapat menumbuhkan kerjasama antar peserta
didik dalam mencapai tujuan kelompok.
Slavin, Abrani dan
Chambers berpendapat bahwa belajar melalui metode kooperatif dapat dijelaskan
melalui beberapa perspektif, salah satunya perspektif sosial. Yang berarti
bahwa melalui pembelajaran kooperatif, peserta didik akan saling membantu dalam
belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompoknya memperoleh
keberhasilan yang sama (Sanjaya, 2009:242). Oleh karenanya setiap anggota
kelompok harus dapat saling membantu teman sekelompoknya.
Suatu kerjasama dalam
belajar tidak akan tercapai secara maksimal apabila tanpa dukungan kerjasama
antar anggotanya. Hal ini berarti bahwa, jika anggota kelompok memiliki
keterampilan kerjasama yang baik, maka akan terwujud iklim kooperatif yang pada
akhirnya akan mendorong semua anggotanya untuk bekerja secara maksimal sehingga
dapat memperoleh hasil yang optimal. Salah satu cara yang dapat digunakan guru
adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
Pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membentuk suatu variasi diskusi di kelas dengan asumsi bahwa semua diskusi
membutuhkan peraturan agar berjalan dengan baik. Prosedur dari model
pembelajaran ini adalah memberikan waktu kepada peserta didik untuk dapat
berpikir, merespon, dan saling membantu temannya. Keunggulan dari model
pembelajaran ini adalah mampu mengoptimalkan partisipasi dari peserta didik.
Adapun tahap-tahap
dari pembelajaran Think Pair Share ini adalah pertama, thinking (berpikir)
guru mengajukan pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran. Kemudian siswa
diminta untuk memikirkan jawaban dari pernyataan tersebut secara mandiri.
Kedua, pairing (berpasangan) yakni guru meminta siswa untuk berpasangan
dengan siswa yang lain yang dapat terdiri dari 4 sampai 6 orang setiap
kelompoknya. Kemudian setiap anggota kelompok diminta untuk mendiskusikan apa
yang telah dipikirkan sebelumnya. Ketiga, sharing (berbagi) pada tahap
ini setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya sebagai perwakilan untuk
menyampaikan hasil diskusi yang telah disepakati sebelumnya.
Pada tahapan
persiapan, guru terlebih dahulu merancang kegiatan dengan membuat lembar
kegiatan dan lembar jawaban. Kemudian menyiapkan kelompok yang mana setiap
kelompoknya terdiri dari anak yang berprestasi, suku, ekonomi, agama, jenis
kelamin yang heterogen. Ini sebaiknya dilakukan guru agar setiap kelompoknya
seimbang. Selain itu guru juga perlu mengenalkan aturan-aturan yang dipakai
saat pembelajaran berlangsung.
Melalui pembelajaran
tipe Think Pair Share peserta didik mampu bekerja dan menyelesaikan
suatu permasalahan secara bersama-sama. Keistimewaan dari tipe ini adalah
selain bisa mengembangkan kemampuan individunya juga bisa mengembangkan
kemampuan sosialnya yakni dengan cara kerjasama dengan temannya. Dengan
kelebihan yang dimiliki oleh tipe Think Pair Share ini maka siswa tidak
hanya bertambah pengetahuannya, tetapi juga bertambah interaksi sosialnya dan
juga kerjasamanya pun terasah dengan baik.
Berdasarkan hasil
observasi di kelas III A, jumlah peserta didik di kelas ini adalah 25 anak.
Yang terdiri dari anak yang pandai, anak yang hiperaktif, anak yang cenderung
pendiam, dan ada pula anak yang sulit untuk mengendalikan emosi. Dari berbagai
latar belakang peserta didik tersebut maka sistem pembelajaran yang dilakukan
oleh wali kelas yakni Ibu Wahyu Rochayati, S. E pun beragam. Pada saat penulis
melakukan observasi di kelas ini, guru belum menggunakan pembelajaran tipe Think
Pair Share pembelajarannya masih bersifat klasikal yakni sebatas guru
menyampaikan materi secara ceramah di depan kelas. Peserta didik hanya sebatas
mendengarkan pembelajaran yang disampaikan guru. Kondisi siswa pada saat
penulis melakukan observasi, siswa ramai sendiri dan cenderung tidak
memperhatikan guru. Ada yang bermain tebak kata dengan teman sebangkunya, ada
yang berbicara dengan teman, ada pula yang jalan-jalan mencari jawaban dan
mengganggu temannya.
Pembelajaran seperti
yang terjadi di kelas III A ini adalah pembelajaran yang tidak efektif. Bahkan
dapat mengganggu kegiatan pembelajaran temannya. Kemudian, penulis melakukan
wawancara terhadap wali kelas III A. Menurut hasil wawancara yang telah penulis
lakukan, Ibu Wahyu menjelaskan bahwa beliau dalam pembelajarannya selalu
menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti berdiskusi bersama,
berkelompok, berpasangan dua anak dan lain sebagainya. Bu Wahyu juga memaparkan
bahwa di kelas III A ini kerjasama antar peserta didik memang kurang. Hal ini
dapat dilihat saat pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi bersama,
masih banyak peserta didik yang hanya diam dan kurangnya partisipasi siswa
dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang disuguhkan.
Setelah adanya solusi
dari permasalahan yang dihadapi di kelas III A, peneliti kemudian menerapkan
tipe pembelajaran Think Pair Share di kelasnya. Sebelum kegiatan
dimulai, terlebih dahulu peneliti menyampaikan sub tema yang akan dipelajari
serta menyampaikan aturan main serta batasan waktu pada tiap tahapannya.
Kemudian peneliti memberikan sebuah masalah kepada peserta didik mengenai
macam-macam perubahan wujud benda. Peneliti memberikan lembar jawaban kepada peserta
didik serta meminta peserta didik untuk menulisakn jawaban yang telah mereka
pikirkan sebelumnya dengan alokasi waktu 10 menit pertama. Setelah itu, peneliti
membagi menjadi 4 kelompok, yang mana setiap kelompoknya terdiri dari 6-7 orang
anak. Kemudian peneliti memberikan waktu 35 menit untuk mendiskusikan
permasalahan tersebut, dan meminta peserta didik untuk menuliskannya dalam
bentuk cerita berantai. Langkah selanjutnya setelah diskusi, peserta didik
diminta untuk mempresentasikan hasilnya di depan kelas. Peneliti kemudian
meminta kelompok lain bertanya dan berdasar hasil pengamatan, teman
sekelompoknya mampu bekerjasama untuk memberikan jawaban yang ditujukan kepada
temannya tersebut. Selanjutnya peneliti memberikan penilaian kepada masing-masing individu dan kelompok serta
mengumumkannya di depan kelas. Ternyata dengan menggunakan teknik Think Pair
Share ini, siswa yang awalnya diam bahkan ramai sendiri mulai memperhatikan
dan mengeluarkan ide serta pendapatnya. Berdasar hasil pengamatan mereka mampu
bekerjasama dengan baik.
Dari pengamatan yang
telah dilakukan ini ternyata sudah berhasil memberikan pengaruh yang besar
kepada siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik. Mereka mampu menyampaikan
ide-ide mereka dan mampu mengungkapkan dalam bentuk mind map yang mereka buat.
Setiap anggota juga sudah mampu untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing.
Hal ini sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran tipe Think Pair Share yang
mampu meningkatkan kerjasama antar peserta didik. Selama proses pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat antusias. Dibuktikan dengan saat peserta didik
diminta untuk berkelompok mereka langsung berdiskusi tentang permasalahan yang
diberikan yakni tentang proses perubahan wujud mengkristal. Guru dalam hal ini
adalah peneliti meminta peserta didik untuk menuliskan hasil diskusinya dalam
bentuk cerita berantai tentang proses pembuatan garam. Selama diskusi, antar
anggota kelompok nampak aktif dan membantu satu sama lain untuk segera
menyelesaikan tugasnya. Ada yang mencari informasi pembuatan garam, ada yang
meringkaskan materi, ada yang menggambarkan dalam bentuk cerita berantai, dan
ada pula yang mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.
Berdasar hasil
wawancara dengan beberapa peserta didik kelas III A tentang pembelajaran tipe Think
Pair Share, mereka mengungkapkan bahwa pembelajaran yang dilakukan sangat
menarik, sangat asyik dan mereka tidak jenuh. Mereka juga mengungkapkan bahwa
dengan adanya pembelajaran ini mereka bisa bertukar pendapat dengan teman
sekelompoknya. Mereka juga bisa menjalin kerjasama dengan temannya. Mereka pun
mampu menunjukkan bahwa mereka mampu dan berani untuk menyampaikan hasil
diskusi di depan orang banyak.
Berdasarkan wawancara
dengan bu Wahyu selaku wali kelas III A, beliau memaparkan bahwa dengan adanya
model pembelajaran tipe Think Pair Share mampu menumbuhkan semangat
serta kerjasama antara peserta didik dalam pembelajaran. Beliau juga
mengungkapkan kemampuan komunikasi peserta didik berkembang dengan baik. Selama
proses pembelajaran pun peserta didik mampu berperan aktif, baik dengan anggota
kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lain. Kemampuan berbicara di depan
orang banyak pun semakin terasah. Dengan dibuktikannya pada saat guru meminta
perwakilan anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusi, mereka mampu
melafalkan dengan baik dan benar.
Dengan menggunakan
teknik Think Pair Share ini,
mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikirkan sendiri
masalah yang disajikan, serta mampu menuangkan ide dan gagasan dalam kelompok
kecilnya. Selain itu teknik ini mampu mengasah kemampuan komunikasi peserta
didik dengan anggota kelompoknya untuk mencari keputusan bersama dengan baik,
dan mampu mengasah keterampilan berbicara di depan orang banyak.
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan peulis, dapat diambil kesimpulan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share memberikan dampak yang positif bagi peserta
didik. Setelah dilakuakn pembelajaran dengan teknik Think Pair Share peserta
didik menjadi lebih bersemangat dan antusias dalam mengikuti proses
pembelajaran. Selain itu, kerjasama antar peserta didik pun sudah terlihat
dengan jelas. Oleh karena itu teknik Think Pair Share bisa menjadi
solusi terbaik dalam permasalahan belajar terutama dalam hal menumbuhkan serta
meningkatkan kerjasama antara peserta didik.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan terhadap 25 peserta didik di kelas III A dengan
menerapkan Cooperative Learning tipe Think Pair Share, peserta didik
dilatih untuk dapat bekerjasama dalam kelompok kecilnya yang heterogen. Selain
itu peserta didik dilatih untuk mengembangkan ide dan gagasan merekan hingga
mencapai suatu kesepakatan bersama dalam kelompoknya.
Dengan diterapkannya
teknik Think Pair Share peserta didik
telah menunjukkan kemampuan kerjasama mereka dengan baik. Selain itu mereka
juga mampu menyelesaikan permasalahan secara bersama, dan timbullah
pembelajaran yang kooperatif.
Dengan dilatihnya
peserta didik untuk bisa bekerjasama, maka dapat tercapai tujuan pembelajaran
yang tidak hanya mencari nilai semata, melainkan pemahaman konsep, kepercayaan
diri, serta interaksi sosial yang dapat membantu peserta didik untuk menjalani
kehidupannya kelak.
E. SARAN
Setelah melakukan
penelitian ini, maka penulis memiliki saran seperti berikut:
1. Sebelum
memulai kegiatan pembelajaran, guru membuat perencanaan pembelajaran secara
optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik
sekaligus sebagai perancang pembelajaran, serta dapat memahami dan membimbing
peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran
2. Peserta
didik harus mengikuti peraturan yang diberikan guru dan mengikuti proses
pembelajaran dengan tenang dan tertib di dalam kelas.
F. UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis
panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
sehingga berkat pertolongan-Nya penulisan artikel ilmiah tentang Penerapan
Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dalam
Upaya Meningkatkan Kerjasama Siswa Kelas III A di MI Al Ihsan Medari dapat
diselesaikan dengan baik.
Setelah mengikuti
kegiatan Magang III, penulis memperoleh banyak ilmu dan pengalaman dari
Madrasah. Kegiatan Magang III yang dilakuakn oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan ini mampu memberikan bekal kepada mahasiswa sebagai calon tenaga
pendidik yang baik.
Berkat bantuan,
dorongan serta do’a dari berbagai pihak, maka penulisan artikel Magang III ini
dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Untuk itu alangkah baiknya jika penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang terkait:
1. Bapak
Dr. Andi Prastowo, S.Pd. I., M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Lapangan
2. Bapak
Sutejo Heri Wibowo, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah
3. Ibu
Sri Haryanti, S.Pd.I selaku Guru Pembimbing
4. Ibu
Wahyu Rochayati, S.E selaku guru kelas
5. Siswa-siswi
kelas III A MI Al Ihsan Medari yang sangat membantu dalam proses penyelesaian
artikel
Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan artikel ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
mengharap adanya kritik serta saran yang membangun dalam rangka perbaikan
dikemudian hari. Semoga penulisan artikel ini dapat bermanfaat bagi penulis
sendiri maupun bagi pembaca. Aamiin.
G. DAFTAR PUSTAKA
Apriono, Djoko. 2011.
Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar Melalui Pembelajaran
Kolaboratif. Prospektus, IX (2).
Arikunto, Suharsimi.
2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Bahtiar Yosep. 2015. Jurnal
Eduma. “Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Think Pair Share Dalam
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Sub
Materi Operasi Hitung Campuran”. vol. 4. No. 1. Juli 2015.
Hamid, Moh. Soleh.
2011. Metode Edutainment. Jogjakarta: Diva Press.
Ibrahim, M. Et, All.
2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya
Press.
Lie, Anita. 2002. Cooperative
Learning. Jakarta: Grasindo.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi
Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Tirtarahardja, Umar
dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wiraatmaja. 2006. Metode
Penelitian Tindakan kelas. Bandung: Rosda Karya.