Jumat, 30 November 2018

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING (TPS) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA KELAS III A



PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM UPAYA MENINGKATKAN KERJASAMA SISWA KELAS III A
DI MI AL IHSAN MEDARI

Arvianita
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan kerjasama antar siswa kelas III A di MI Al Ihsan Medari. Karena keterampilan kerjasama dalam pendidikan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Melihat situasi saat ini siswa kurang dalam hal keterampilan kerjasama antar teman, maka peneliti menginginkan penerapkan model Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) dalam hal membangun kerjasama siswa. Model Cooperative Learning tipe Think Pair Share (TPS) merupakan model pembelajaran yang melibatkan peserta didik secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran mulai dari merencanakan topik yang akan dipelajari, bagaimana mendiskusikan topik suatu materi, hingga melakukan presentasi kelompok serta evaluasi. Melalui strategi ini siswa dilatih untuk dapat bekerja sendiri, bekerjasama dengan kelompok kecil,  dilatih untuk berkomunikasi sosial, serta dilatih untuk terbiasa saling berbagi pengetahuan dan pengalaman. Berdasarkan hasil yang diperoleh, teknik Thunk Pair Share ini terbukti mampu meningkatkan kerjasama peserta didik serta dapat membangun kemampuan interaksi sosialnya.

Kata kunci: kerjasama, pembelajaran kooperatif, think pair share


A.  PENDAHULUAN
Perkembangan masyarakat beserta kebudayaannya sekarang ini semakin mengalami percepatan yang meliputi seluruh aspek kehidupan. Mulai dari kecenderungan globalisasi yang pesat, perkembangan iptek yang semakin cepat, serta perkembangan arus informasi yang semakin padat dan akurat. Hal inilah yang disebut dengan gambaran masyarakat masa depan. Berkaitan dengan hal tersebut, tentu saja kita tidak dapat menghindari bahkan bersembunyi ketika dihadapkan dengan kondisi yang seperti ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menghadapinya adalah melalui pendidikan, karena pendidikan mempunyai fungsi sebagai proses transformasi budaya, sebagai proses pembentukan pribadi, sebagai penyiapan warga negara dan sebagai penyiapan tenaga kerja (Tirtarahardja, 2005:33). Sehingga peranan pendidikan menjadi sangat penting terutama dalam menyiapkan peserta didik untuk menghadapi perkembangan zaman dimasa yang akan datang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 1, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam dunia pendidikan, keterampilan kerjasama merupakan hal penting yang harus dilaksanakan dalam pembelajaran, baik di dalam maupun di luar sekolah. Kerjasama dapat mempercepat berjalannya suatu tujuan pembelajaran, sebab biasanya suatu komunitas belajar selalu lebih baik hasilnya daripada belajar secara individu (Hamid, 2011:66). Hal ini selaras dengan sebuah pepatah yang mengatakan “dua kepala lebih baik daripada satu kepala”, yang dapat diartikan bahwa dengan adanya kerjasama maka suatu pekerjaan akan mudah terselesaikan daripada kerja secara individu.
Kenyataannya, masalah yang dihadapi sekarang ini adalah kerjasama siswa yang belum optimal. Hal ini terjadi karena cara belajar dari peserta didik hanya sekedar mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan kurang berupaya untuk memahami isi pelajaran, akhirnya pada saat ujian tiba peserta didik harus menghafalkan kembali apa yang mereka dapat. Belajar yang seperti ini merupakan cara belajar yang gagal dalam mencapai tujuan pembelajaran yang sesungguhnya (Apriono, 2011:161). Pembelajaran yang hanya berorientasi pada hasil tentunya akan berdampak kurang baik bagi peserta didik, karena peserta didik akan cenderung individualistis, kurang toleransi, serta jauh dari nilai kebersamaan.
Fenomena yang dapat kita lihat secara jelas pada peserta didik saat ini adalah mereka justru beranggapan bahwa aktivitas yang mengasyikkan justru datang dari luar jam pelajaran. Hal ini disebabkan karena mereka merasa terbebani ketika berada di dalam kelas, apalagi jika dihadapkan dengan mata pembelajaran yang membosankan bagi mereka.
Proses peserta didik belajar didapatkan dari 10% membaca, 20% dari apa yang didengar, 30% dari apa yang dilihat, 50% dari apa yang dilihat dan didengar, 70% dari apa yang dikatakan, serta 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan (Hamid, 2011:115). Hal ini menunjukkan bahwa, jika guru mengajar hanya dengan ceramah, maka peserta didik akan meningat dan menguasai pembelajaran tersebut sebanyak 20% saja. Namun sebaliknya jika guru meminta peserta didik untuk melakukan sesuatu dan melaporkannya siswa akan mengingat serta menguasai pembelajaran tersebut sebanyak 90%.
Guru sebagai tenaga pendidik harus mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dengan kemampuan untuk berkreasi sendiri, mandiri, bertanggung jawab, dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi. Maka dari itu, seorang guru memerlukan inovasi pembelajaran agar peserta didik semangat untuk belajar, memiliki motivasi belajar, dan senang untuk menyambut pelajaran di sekolah.
Dalam pembelajaran dikenal dengan berbagai metode pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Cooperative Learning merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim yang terdiri atas 4-6 orang yang memiliki latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang heterogen (Sanjaya, 2009:240). Setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas hasil yang akan dicapai terhadap tugas yang diberikan. Oleh karenanya, setiap anggota akan saling membantu, mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi demi keberhasilan kelompoknya.
Intisari dari Cooperative Learning  adalah terjadinya pengembangan yang positif dan saling ketergantungan antara anggota kelompok, sehingga terjadi kegiatan saling membantu antara peserta didik yang kemampuannya memadai dengan peserta didik yang kemampuannya kurang memadai (Marsuha, 2007:329).
Adapun ciri-ciri dari model Cooperative Learning adalah:
1.     Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya
2.     Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah yang sama
3.     Bila mungkin, kelompok terdiri dari suku, ras, agama, jenis kelamin yang berbeda
4.     Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu
Pembelajaran kooperatif ini lebih menekankan kepada kerjasama peserta didik dalam menyelesaikan masalah, sehingga selain peserta didik dapat bertambah pengetahuannya dan meningkatkan prestasi akademik, kemampuan interaksi sosial dan kerjasama peserta didik pun akan meningkat. Salah satu pembelajaran kooperatif yang dapat membangun kerjasama yang lebih adalah Think Pair Share.
Think Pair Share merupakan metode yang menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator, mediator, evaluator dan pembimbing. Think Pair Share menghendaki peserta didik untuk dapat menyelesaikan masalah secara individu, lalu berinteraksi dengan pasangannya dan berdiskusi untuk berbagi informasi.
Ibrahim (2000:3) mengemukakan bahwa Think Pair Share adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Share menghendaki agar siswa dapat saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota). Sedangkan Lie (2002:57) berpendapat bahwa Think Pair Share adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini, guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa dalam diskusi, sehingga dapat tercipta suasana pembelajaran yang lebih hidup, aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh Ibrahim dan Lie di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share yakni memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berfikir dalam menyelesaikan suatu masalah serta dapat melakukan kerjasama dengan temannya dalam bentuk berbagi pengetahuan dengan kelompok kecilnya. Sehingga seluruh anggota dapat berpartisipasi aktif di dalam kelompoknya.
Secara umum, Think Pair Share memiliki 3 proses tahapan yakni berfikir (Think), berpasangan (Pair), dan berbagi pada kelompok yang lain (Share). Berfikir (Think), yakni peserta didik diminta untuk berfikir terlebih dahulu terhadap masalah yang disajikan oleh guru, kemudian berpasangan (Pair), siswa diminta untuk membentuk kelompok untuk mendiskusikan apa yang sebelumnya dipikirkan secara mandiri dan kemudian diakhiri dengan berbagi pada kelompok yang lain (Share) setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu perwakilan diminta untuk membagikan informasi yang telah disepakati kelompoknya kepada kelompok yang lain. Sehingga semua kelompok dapat melaporkan berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.
Think Pair Share  ini dikembangkan untuk meningkatkan partisipasi dan kerjasama peserta didik di dalam kelas, sehingga lebih unggul dibandingkan dengan pembelajaran ceramah yang menggunakan metode hafalan dasar. Teknik ni mendorong jawaban siswa setingkat lebih tinggi dan membantu siswa dalam bekerjasama menyelesaikan tugas dengan kelompoknya.
Dengan adanya pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share diharapkan dapat menjadi  salah satu alternatif untuk melatih sekaligus meningkatkan kerjasama peserta didik dalam proses belajar mengajar. Harapannya, peserta didik tidak hanya belajar semata-mata untuk mencari nilai yang bagus dan mementingkan diri sendiri, tetapi juga untuk membantu peserta didik agar mereka tidak kesulitan dalam bergaul dan terbiasa untuk bekerjasama dengan orang lain. Manfaat lain yang dapat diharapkan adalah terciptanya suasana pembelajaran yang lebih komunikatif, partisipatif dan menyenangkan bagi peserta didik.
Melihat pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menyusun artikel dengan judul Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dalam Upaya Meningkatkan Kerjasama Siswa Kelas III A di MI Al Ihsan Medari. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui peran guru dalam menumbuhkan serta meningkatkan kerjasama siswa selama pembelajaran di MI Al Ihsan Medari.

B.  METODOLOGI
Metode pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui metode pengumpulan, maka penulis tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Suharsimi, 2006:308).
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang hasilnya berupa data deskripsi tentang suatu fenomena atau fakta yang terjadi di lapangan tanpa adanya manipulasi atau rekayasa.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, serta dokumentasi. Wawancara yang digunakan adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab secara tatap muka antara pewawancara dengan responden.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi belajar, dimana dalam penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan dengan memahami makna dan gejalanya. Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah: 1) Wali kelas III A MI Al Ihsan, yang darinya peneliti akan memperoleh data ketika pembelajaran berlangsung. 2) Siswa-siswi kelas III A, yang darinya peneliti akan dapat memberikan beberapa pertanyaan serta menanyakan hambatan yang dihadapi siswa ketika pembelajaran dengan menggunakan teknik Think Pair Share.
Penelitian ini dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jadwal Observasi kelas III A
Hari/Tanggal
Pukul
Kegiatan
Lokasi
Rabu, 13 Oktober 2018
08:45-09:45
Observasi pembelajaran di kelas III A
Kelas III A
Rabu, 13 Oktober 2018
11:30-12:00
Wawancara dengan wali kelas III A Ibu Wahyu Rochayati, S.E
Kantor Guru
Selasa, 16 Oktober 2018
08:45-09:45
Observasi pembelajaran dengan menggunakan teknik Think Pair Share
Kelas III A
Kamis, 18 Oktober 2018
09:45-10:10
Wawancara dengan sebagian siswa kelas III A
Lingkungan MI
Kamis, 18 Oktober 2018
11:30-12:00
Wawancara dengan wali kelas III A Ibu Wahyu Rochayati, S.E
Kantor Guru

C.  HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam dunia pendidikan, muncul berbagai metode pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada kerjasama, salah satunya adalah pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). Pembelajaran kooperatif  menggunakan sistem tim kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 anggota. Dengan adanya pengelompokkan ini maka dapat menumbuhkan kerjasama antar peserta didik dalam mencapai tujuan kelompok.
Slavin, Abrani dan Chambers berpendapat bahwa belajar melalui metode kooperatif dapat dijelaskan melalui beberapa perspektif, salah satunya perspektif sosial. Yang berarti bahwa melalui pembelajaran kooperatif, peserta didik akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompoknya memperoleh keberhasilan yang sama (Sanjaya, 2009:242). Oleh karenanya setiap anggota kelompok harus dapat saling membantu teman sekelompoknya.
Suatu kerjasama dalam belajar tidak akan tercapai secara maksimal apabila tanpa dukungan kerjasama antar anggotanya. Hal ini berarti bahwa, jika anggota kelompok memiliki keterampilan kerjasama yang baik, maka akan terwujud iklim kooperatif yang pada akhirnya akan mendorong semua anggotanya untuk bekerja secara maksimal sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal. Salah satu cara yang dapat digunakan guru adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share.
Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membentuk suatu variasi diskusi di kelas dengan asumsi bahwa semua diskusi membutuhkan peraturan agar berjalan dengan baik. Prosedur dari model pembelajaran ini adalah memberikan waktu kepada peserta didik untuk dapat berpikir, merespon, dan saling membantu temannya. Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah mampu mengoptimalkan partisipasi dari peserta didik.
Adapun tahap-tahap dari pembelajaran Think Pair Share ini adalah pertama, thinking (berpikir) guru mengajukan pernyataan yang berhubungan dengan pembelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari pernyataan tersebut secara mandiri. Kedua, pairing (berpasangan) yakni guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain yang dapat terdiri dari 4 sampai 6 orang setiap kelompoknya. Kemudian setiap anggota kelompok diminta untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan sebelumnya. Ketiga, sharing (berbagi) pada tahap ini setiap kelompok menunjuk salah satu anggotanya sebagai perwakilan untuk menyampaikan hasil diskusi yang telah disepakati sebelumnya.
Pada tahapan persiapan, guru terlebih dahulu merancang kegiatan dengan membuat lembar kegiatan dan lembar jawaban. Kemudian menyiapkan kelompok yang mana setiap kelompoknya terdiri dari anak yang berprestasi, suku, ekonomi, agama, jenis kelamin yang heterogen. Ini sebaiknya dilakukan guru agar setiap kelompoknya seimbang. Selain itu guru juga perlu mengenalkan aturan-aturan yang dipakai saat pembelajaran berlangsung.
Melalui pembelajaran tipe Think Pair Share peserta didik mampu bekerja dan menyelesaikan suatu permasalahan secara bersama-sama. Keistimewaan dari tipe ini adalah selain bisa mengembangkan kemampuan individunya juga bisa mengembangkan kemampuan sosialnya yakni dengan cara kerjasama dengan temannya. Dengan kelebihan yang dimiliki oleh tipe Think Pair Share ini maka siswa tidak hanya bertambah pengetahuannya, tetapi juga bertambah interaksi sosialnya dan juga kerjasamanya pun terasah dengan baik. 
Berdasarkan hasil observasi di kelas III A, jumlah peserta didik di kelas ini adalah 25 anak. Yang terdiri dari anak yang pandai, anak yang hiperaktif, anak yang cenderung pendiam, dan ada pula anak yang sulit untuk mengendalikan emosi. Dari berbagai latar belakang peserta didik tersebut maka sistem pembelajaran yang dilakukan oleh wali kelas yakni Ibu Wahyu Rochayati, S. E pun beragam. Pada saat penulis melakukan observasi di kelas ini, guru belum menggunakan pembelajaran tipe Think Pair Share pembelajarannya masih bersifat klasikal yakni sebatas guru menyampaikan materi secara ceramah di depan kelas. Peserta didik hanya sebatas mendengarkan pembelajaran yang disampaikan guru. Kondisi siswa pada saat penulis melakukan observasi, siswa ramai sendiri dan cenderung tidak memperhatikan guru. Ada yang bermain tebak kata dengan teman sebangkunya, ada yang berbicara dengan teman, ada pula yang jalan-jalan mencari jawaban dan mengganggu temannya.
Pembelajaran seperti yang terjadi di kelas III A ini adalah pembelajaran yang tidak efektif. Bahkan dapat mengganggu kegiatan pembelajaran temannya. Kemudian, penulis melakukan wawancara terhadap wali kelas III A. Menurut hasil wawancara yang telah penulis lakukan, Ibu Wahyu menjelaskan bahwa beliau dalam pembelajarannya selalu menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi, seperti berdiskusi bersama, berkelompok, berpasangan dua anak dan lain sebagainya. Bu Wahyu juga memaparkan bahwa di kelas III A ini kerjasama antar peserta didik memang kurang. Hal ini dapat dilihat saat pembelajaran dengan menggunakan metode diskusi bersama, masih banyak peserta didik yang hanya diam dan kurangnya partisipasi siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang disuguhkan.
Setelah adanya solusi dari permasalahan yang dihadapi di kelas III A, peneliti kemudian menerapkan tipe pembelajaran Think Pair Share di kelasnya. Sebelum kegiatan dimulai, terlebih dahulu peneliti menyampaikan sub tema yang akan dipelajari serta menyampaikan aturan main serta batasan waktu pada tiap tahapannya. Kemudian peneliti memberikan sebuah masalah kepada peserta didik mengenai macam-macam perubahan wujud benda. Peneliti memberikan lembar jawaban kepada peserta didik serta meminta peserta didik untuk menulisakn jawaban yang telah mereka pikirkan sebelumnya dengan alokasi waktu 10 menit pertama. Setelah itu, peneliti membagi menjadi 4 kelompok, yang mana setiap kelompoknya terdiri dari 6-7 orang anak. Kemudian peneliti memberikan waktu 35 menit untuk mendiskusikan permasalahan tersebut, dan meminta peserta didik untuk menuliskannya dalam bentuk cerita berantai. Langkah selanjutnya setelah diskusi, peserta didik diminta untuk mempresentasikan hasilnya di depan kelas. Peneliti kemudian meminta kelompok lain bertanya dan berdasar hasil pengamatan, teman sekelompoknya mampu bekerjasama untuk memberikan jawaban yang ditujukan kepada temannya tersebut. Selanjutnya peneliti memberikan penilaian kepada  masing-masing individu dan kelompok serta mengumumkannya di depan kelas. Ternyata dengan menggunakan teknik Think Pair Share ini, siswa yang awalnya diam bahkan ramai sendiri mulai memperhatikan dan mengeluarkan ide serta pendapatnya. Berdasar hasil pengamatan mereka mampu bekerjasama dengan baik.
Dari pengamatan yang telah dilakukan ini ternyata sudah berhasil memberikan pengaruh yang besar kepada siswa untuk dapat bekerjasama dengan baik. Mereka mampu menyampaikan ide-ide mereka dan mampu mengungkapkan dalam bentuk mind map yang mereka buat. Setiap anggota juga sudah mampu untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Hal ini sudah sesuai dengan tujuan pembelajaran tipe Think Pair Share yang mampu meningkatkan kerjasama antar peserta didik. Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat antusias. Dibuktikan dengan saat peserta didik diminta untuk berkelompok mereka langsung berdiskusi tentang permasalahan yang diberikan yakni tentang proses perubahan wujud mengkristal. Guru dalam hal ini adalah peneliti meminta peserta didik untuk menuliskan hasil diskusinya dalam bentuk cerita berantai tentang proses pembuatan garam. Selama diskusi, antar anggota kelompok nampak aktif dan membantu satu sama lain untuk segera menyelesaikan tugasnya. Ada yang mencari informasi pembuatan garam, ada yang meringkaskan materi, ada yang menggambarkan dalam bentuk cerita berantai, dan ada pula yang mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka.
Berdasar hasil wawancara dengan beberapa peserta didik kelas III A tentang pembelajaran tipe Think Pair Share, mereka mengungkapkan bahwa pembelajaran yang dilakukan sangat menarik, sangat asyik dan mereka tidak jenuh. Mereka juga mengungkapkan bahwa dengan adanya pembelajaran ini mereka bisa bertukar pendapat dengan teman sekelompoknya. Mereka juga bisa menjalin kerjasama dengan temannya. Mereka pun mampu menunjukkan bahwa mereka mampu dan berani untuk menyampaikan hasil diskusi di depan orang banyak.
Berdasarkan wawancara dengan bu Wahyu selaku wali kelas III A, beliau memaparkan bahwa dengan adanya model pembelajaran tipe Think Pair Share mampu menumbuhkan semangat serta kerjasama antara peserta didik dalam pembelajaran. Beliau juga mengungkapkan kemampuan komunikasi peserta didik berkembang dengan baik. Selama proses pembelajaran pun peserta didik mampu berperan aktif, baik dengan anggota kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lain. Kemampuan berbicara di depan orang banyak pun semakin terasah. Dengan dibuktikannya pada saat guru meminta perwakilan anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusi, mereka mampu melafalkan dengan baik dan benar.
Dengan menggunakan teknik Think Pair Share  ini, mampu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk dapat memikirkan sendiri masalah yang disajikan, serta mampu menuangkan ide dan gagasan dalam kelompok kecilnya. Selain itu teknik ini mampu mengasah kemampuan komunikasi peserta didik dengan anggota kelompoknya untuk mencari keputusan bersama dengan baik, dan mampu mengasah keterampilan berbicara di depan orang banyak.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peulis, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share  memberikan dampak yang positif bagi peserta didik. Setelah dilakuakn pembelajaran dengan teknik Think Pair Share peserta didik menjadi lebih bersemangat dan antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, kerjasama antar peserta didik pun sudah terlihat dengan jelas. Oleh karena itu teknik Think Pair Share bisa menjadi solusi terbaik dalam permasalahan belajar terutama dalam hal menumbuhkan serta meningkatkan kerjasama antara peserta didik.

D.  KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 25 peserta didik di kelas III A dengan menerapkan Cooperative Learning  tipe Think Pair Share, peserta didik dilatih untuk dapat bekerjasama dalam kelompok kecilnya yang heterogen. Selain itu peserta didik dilatih untuk mengembangkan ide dan gagasan merekan hingga mencapai suatu kesepakatan bersama dalam kelompoknya.
Dengan diterapkannya teknik  Think Pair Share peserta didik telah menunjukkan kemampuan kerjasama mereka dengan baik. Selain itu mereka juga mampu menyelesaikan permasalahan secara bersama, dan timbullah pembelajaran yang kooperatif.
Dengan dilatihnya peserta didik untuk bisa bekerjasama, maka dapat tercapai tujuan pembelajaran yang tidak hanya mencari nilai semata, melainkan pemahaman konsep, kepercayaan diri, serta interaksi sosial yang dapat membantu peserta didik untuk menjalani kehidupannya kelak.



E.  SARAN
Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis memiliki saran seperti berikut:
1.   Sebelum memulai kegiatan pembelajaran, guru membuat perencanaan pembelajaran secara optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik sekaligus sebagai perancang pembelajaran, serta dapat memahami dan membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran
2.   Peserta didik harus mengikuti peraturan yang diberikan guru dan mengikuti proses pembelajaran dengan tenang dan tertib di dalam kelas.

F.   UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya sehingga berkat pertolongan-Nya penulisan artikel ilmiah tentang Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think Pair Share (TPS) dalam Upaya Meningkatkan Kerjasama Siswa Kelas III A di MI Al Ihsan Medari dapat diselesaikan dengan baik.
Setelah mengikuti kegiatan Magang III, penulis memperoleh banyak ilmu dan pengalaman dari Madrasah. Kegiatan Magang III yang dilakuakn oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ini mampu memberikan bekal kepada mahasiswa sebagai calon tenaga pendidik yang baik.
Berkat bantuan, dorongan serta do’a dari berbagai pihak, maka penulisan artikel Magang III ini dapat terselesaikan dengan baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu alangkah baiknya jika penulis menghaturkan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang terkait:
1.   Bapak Dr. Andi Prastowo, S.Pd. I., M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Lapangan
2.   Bapak Sutejo Heri Wibowo, S.Pd.I selaku Kepala Madrasah
3.   Ibu Sri Haryanti, S.Pd.I selaku Guru Pembimbing
4.   Ibu Wahyu Rochayati, S.E selaku guru kelas
5.   Siswa-siswi kelas III A MI Al Ihsan Medari yang sangat membantu dalam proses penyelesaian artikel
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan artikel ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis mengharap adanya kritik serta saran yang membangun dalam rangka perbaikan dikemudian hari. Semoga penulisan artikel ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca. Aamiin.

G.  DAFTAR PUSTAKA
Apriono, Djoko. 2011. Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar Melalui Pembelajaran Kolaboratif. Prospektus, IX (2).
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bahtiar Yosep. 2015. Jurnal Eduma. “Penerapan Model Cooperative Learning Teknik Think Pair Share Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Sub Materi Operasi Hitung Campuran”. vol. 4. No. 1.  Juli 2015.
Hamid, Moh. Soleh. 2011. Metode Edutainment. Jogjakarta: Diva Press.
Ibrahim, M. Et, All. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Press.
Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Tirtarahardja, Umar dkk. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Wiraatmaja. 2006. Metode Penelitian Tindakan kelas. Bandung: Rosda Karya.