Inovasi Kurikukum
Oleh: Arvianita
arvianita558@gmail.com
arvianita558@gmail.com
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat telah mengalami
perubahan pada setiap aspek kehidupannya. Perkembangan pendidikan pun akan
berjalan seiring dengan dinamika masyarakatnya. Perkembangan pendidikan
mempunyai kaitan yang erat dengan kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, seiring
dengan berkembangnya dunia pendidikan, kurikulum pun harus dapat
menyesuaikannya. Itu sebabnya kurikulum
itu harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Semua
perubahan itu penting walaupun terdapat resikonya, yaitu supaya pendidikan
lebih maju dan tidak tertinggal.
Dengan
demikian, inovasi kurikulum yang merupakan praktek kurikulum baru dengan
mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum terdahulu, untuk
mengatasi masalah-masalah yang mempengaruhi proses kelancaran pendidikan.
Tentunya inovasi yang merupakan hasil pemikiran yang bercirikan hal baru,
berupa praktik tertentu atau produk dari suatu hasil olah pikir dan olah
teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan
dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu
keadaan menjadi lebih baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian, jenis dan strategi
inovasi ?
2.
Bagaimana proses pengembangan dan
keputusan inovasi ?
3.
Bagaimana inovasi kurikulum di
Indonesia ?
4.
Bagaimana ruang lingkup dan bentuk
inovasi kurikulum ?
5.
Apa saja hambatan dalam
implementasi inovasi kurikulum ?
C.
Kerangka Teori
Di Indonesia
telah terjadi beberapa perubahan tentang kurikulum, perubahan itu dimaknai
sebagai inovasi kurikulum yang ditandai oleh adanya hal yang baru. Tentunya
perubahan atau pembaruan kurikulum tidaklah mudah, pasti ada hambatan-hambatan
yang terjadi setiap kali melakukan upaya inovasi tersebut. Untuk
meminimalisirnya perlu adanya strategi dalam proses pengembangan dan keputusan
inovasi dengan melihat ruang lingkup dan beberapa bentuk inovasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian, Jenis dan Strategi
Inovasi
Berbicara
tentang inovasi mengingatkan pada istilah invention dan discovery. Invention adalah penemuan
sesuatu yang benar-benar baru sebagai hasil karya manusia. Sedangkan discovery adalah penemuan sesuatu ( benda yang
sebenarnya telah ada sebelumnya ). Jadi secara sederhana inovasi dapat
diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang
digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan.
Santoso S.
Hamidjojo seperti dikutip Abdulhak (2002) menyatakan bahwa inovasi pendidikan
sebagai “ suatu perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dari sebelumnya dan
sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu,
termasuk dalam bidang pendidikan.[1]
Sebab-sebab
terjadinya kurikulum antara lain : Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam factor-faktor yang mendasarinya, kurikulum
juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran, kurikulum dapat
pula berubah bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar, dan
perubahan dalam masyarakat, eksploitasi ilmu pengetahuan dan lain-lain. Maka
karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan mempertahankan
kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan dengan demikian fungsi
kerikulum itu sendiri.[2]
Perbaikan
kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum,
misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan tetap menggunakan
kurikulum yang berlaku. Akan tetapi sebelum mengubah atau memperbaikinya
hendaknya diadakan penilaian tentang kurikulum yang sedang dijalankan.
Pelaksanaan
inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan inovasi itu sendiri.
Dilihat dari hal itu, inovasi kurikulum dibagi ke dalam dua jenis :[3]
1.
Top-down Innovation
Inovasi ini sengaja diciptakan oleh
atasan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan
efisiensi dan sebagainya.
2.
Buttom-up Innovation
Inovasi ini dibuat berdasarkan ide,
pikiran kreasi, inisiatif sekolah, guru atau masyarakat. Jenis ini jarang
dilakukan di Indonesia karena system pendidikan yang ada cenderung bersifat
sentralistik.
Selanjutnya,
Chin dan Benne dalam Kennedy (1987) mengemukakan 3 strategi inovasi :[4]
1.
Strategi pemaksaan
Strategi ini cenderung memaksakan
kehendak, ide dan pikiran sepihak atau dari pencipta inovasinya tanpa
menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya di mana inovasi
itu dilaksanakan.
2.
Strategi empiric-rasional
Asumsi dasar dalam strategi ini
adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya sehingga mereka akan
bertindak secara rasional. Dalam kaitannya, innovator bertugas mendemonstrasikan
inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan bermanfaat.
3.
Strategi pendidikan yang berulang
secara normative
Strategi ini menekankan bagaimana
klien (guru) memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap,
keterampilan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia.
B.
Proses Pengembangan dan Keputusan
Inovasi
Menurut cece
Wijaya, dkk (1991) bahwa proses inovasi mempunyai beberapa tahapan, yaitu
invention, development, diffusion dan adoption.
1.
Invention, meliputi penemuan-penemuan
baru yang biasanya merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Dalam
praktiknya, sering terjadi inovasi kurikulum dan pembelajaran menggambarkan
suatu hasil yang sangat berbeda dengan apa yang sedang terjadi sebelumnya.
2.
Development, yaitu suatu proses
sebelum masuk ke dalam skala yang lebih besar.
3.
Diffusion, merupakan suatu tipe
khusus dari komunikasi yang berhubungan dengan gagasan atau ide baru.
Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (1983) bahwa difusi adalah proses dimana
inovasi dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu secara terus menerus
di antara anggota-anggota system sosial.
4.
Adoption. Dalam tahap ini terdapat
beberapa unsur penting yang perlu dipertimbangkan, antara lain : penerimaan
waktu, tipe pembaruan, unit pengadopsi, saluran komunikasi, struktur sosial,
dan budaya.
Pada proses pengembangannya, inovasi perlu
memperhatikan langkah-langkah :
1.
Memahami masalah atau kebutuhan
yang timbul dalam masyarakat.
2.
Melakukan penelitian dasar dan
terapan. Dasar ilmu pengetahuan dan teknologi biasanya berasal dari penelitian
dasar, sedangkan penelitian terapannya terdiri atas investigasi sains yang
diarahkan pada pemecahan masalah praktis.
3.
Pengembangan. Kegiatan pengembangan
selalu dikaitkan dengan penelitian. Dalam kenyataanya sangat sulit untuk
memisahkan antara research dan development sehingga keduanya sering digunakan
bersama-sama.
4.
Komersialisasi, merupakan produksi,
manufaktur, kemasan, pemasaran dan distribusi. Pengembangannya dikemas dalam
bentuk produk siap pakai oleh pengguna.
5.
Difusi dan adopsi. Masalah yang
paling krusial dalam pengembangan inovasi adalah keputusan untuk memulai difusi
kepada pengguna (adaptor). Pada satu sisi perlu penekanan untuk menerapkan
inovasi sesegera mungkin dalam pemecahan masalah, di sisi lain kredibilitas dan
reputasi lembaga perlu dijaga dalam merekomendasikan inovasi yang dapat
menguntungkan pengguna.
6.
Konsekuensi. Ini merupakan tahap
akhir, persoalannya adalah apakah kebutuhan dapat dipecahkan oleh hasil inovasi
atau sebaliknya.
Proses keputusan inovasi adalah proses dimana
sesorang individu atau unit pembuat keputusan mempertimbangkan langkah-langkah
membuat keputusan, mulai dari memahami tentang inovasi, menentukan sikap
terhadap inovasi, membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolaknya,
implementasi inovasi, sampai pada konfirmasi dari keputusan tersebut. Adapun
uraian dari kelima langkah utama dalam proses keputusan inovasi :
1.
Pengetahuan, terjadi bila seorang
individu atau unit pembuat keputusan lainnya terbuka terhadap adanya inovasi
dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara ia terlibat dan berfungsi
dalam pengembangan inovasi.
2.
Persuasi, terjadi bila seorang
individu atau unit pembuat keputusan lainnya menentukan sikap senang atau tidak
terhadap inovasi tersebut.
3.
Keputusan, terjadi bila seorang
individu atau unit pembuat keputusan lainnya terikat dalam aktivitas untuk memilih
mengadopsi atau menolak inovasi itu.
4.
Implementasi, terjadi bila seorang
individu atau unit pembuat keputusan lainnya menentukan pelaksanaan suatu
inovasi.
5.
Konfirmasi, terjadi bila seorang
individu atau unit pembuat keputusan lainnya mencari dukungan bagi suatu
keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi ia mungkin membalikkan keputusan
yang lalu jika pesan-pesan yang disampaikan bertentangan dengan inovasi itu.
Dalam proses
keputusan inovasi pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilalui individu
atau kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, dilanjutkan dengan
keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan untuk menerima atau
menolak, implementasi inovasi, dan konfirmasi atas keputusan inovasi yang
dipilihnya.[5]
Berkaitan
dengan keputusan inovasi, perlu juga diketahui beberapa tipe keputusan inovasi,
yaitu
1.
Keputusan inovasi pilihan, yaitu
pilihan pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat oleh
seseorang, yang bebas dari keputusan-keputusan dari anggota kelompok sebuah
system.
2.
Keputusan inovasi kolektif, yaitu
pilihan-pilihan mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat secara
consensus di kalangan para anggota suatu system sosial.
3.
Keputusan inovasi otoritas, yaitu
pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang telah dibuat oleh
individu dalam suatu system yang mempunyai kekuatan, status atau keahlian
teknis.
C.
Inovasi Kurikulum di Indonesia
Dalam
perkembangan system pendidikan di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya
inovasi kerikulum dan pembelajaran. Inovasi kurikulum dan pembelajaran harus
dilakukan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Pertama,
relevansi, yaitu masih adanya ketidaksesuaian antara kurikulum yang digunakan
dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, mutu pendidikan di Indonesia sangat
rendah. Ketiga, pembangunan pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih
kurang merata. Di satu sisi, pendidikan di kota dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan tuntutan kurikulum, tetapi di sisi lain, di kota kecil termasuk
di pedesaan sangat jauh ketinggalan. Keempat, masalah keefektifan dan efisiensi
pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum,
sedangkan efisiensi berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri.
Untuk
mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan berbagai upaya atau terobosan dan
pemikiran yang mendalam serta pendekatan progresif dalam bentuk inovasi
kurukulum sehingga diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan, baik masa
sekarang maupun yanga akan datang.
Setelah bentuk
atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian dilaksanakan dalam situasi yang
sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan:[6]
1.
Faktor guru (pendidik)
Guru sebagai ujung tombak dalam
pengembangan kurikulum. Kepiawaian dan kewibawaannya sangat menentukan
keefektifan kurikulum, baik di sekolah maupun di luar sekolah, baik sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, pelaksana maupun sebagai innovator kurikulum.
2.
Factor siswa (peserta didik)
Siswa sebagai objek utama dalam
kurikulum. Peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui
penggunaan intelegensia, kemampuan motoric, pengalaman, kemauan dan komitmen
yang timbul dalam diri mereka tanpa paksaan.
3.
Faktor program pembelajaran
Program pembelajaran dan
perangkatnya merupakan pedoman dalam implementasi kurikulum di sekolah. factor
ini harus diperhatikan karena hasil inovasi kurikulum pada akhirnya disusun
dalam program pembelajaran.
4.
Factor fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan
prasaranamya tidak bisa diabaikan dalam penerapan inovasi kurikulum.tanpa
adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi kurikulum dapat dipastikan tidak
akan berjalan dengan baik.
5.
Factor lingkungan sosial masyarakat
Masyarakat secara langsung ataupun
tidak langsung ikut terlibat dalam inovasi kurikulum. Tanpa melibatkan
masyarakat, inovasi kurikulum tentu akan terganggu bahkan bisa rusak. Pada
dasarnya tujuan inovasi kurikulum adalah mengubah masyarakat menjadi lebih
baik, terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal.
D.
Ruang Lingkup dan Bentuk Inovasi
Kurikulum
Secara garis
besar, ruang lingkup inovasi kurikulum terdiri atas, tujuan kurikulum, struktur
kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, dan system penilaian. Tujuan
kurikulum bersumber dari setiap mata pelajaran dan susunan mata pelajaran
itulah yang disebut struktur kurikulum. Hampir setiap pergantian kurikulum
selalu terjadi perubahan struktur kurikulum. Misalnya, pada tahun 1975, struktur
kerikulum mengalami perubahan yang sangat mendasar, mulai dari jenis mata
pelajaran sampai dengan organisasi kurikulumnya. Dalam kurikulum 1968,
organisasi kurikulum yang digunakan adalah mata pelajaran yang terpisah-pisah,
sedangkan dalam kurikulum 1975, organisasi kurikulum yang digunakan adalah
bidang studi, yaitu mata pelajaran yang serumpun difusikan menjadi satu bidang
studi.[7]
Inovasi
kurikulum juga menyangkut tentang materi. Selama ini kurikulum di Indonesia
banyak menggunakan kurikulum berbasis isi, dan sejak tahun 2004 baru
menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Perubahan kurikulum ini
mengakibatkan perubahan paradigm terhadap proses pembelajaran, yaitu dari apa
yang harus diajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai.
Perubahan
kurikulum ini juga membawa implikasi terhadap cara guru mengajar atau proses
pembelajaran. Semula guru lebih menekankan isi tetapi melupakan hasil,
sedangkan sekarang lebih menekankan pada hasil. Beberapa bentuk inovasi
kurikulum yang pernah dilakukan di Indonesia, antara lain :
Pada kurikulum 1975, kita mengenal
strategi pembelajaran PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), dan
pendekatan CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ), kemudian dalam kurikulum 1984
diberlakukan system kredit dan system semester serta pendekatan keterampilan
proses. Kurikulum 1994 dengan system catur wulannya lebih banyak menggunakan
pendekatan-pendekatan seperti kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2004, penyampaian
dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi serta
sumber belajar yang bervariasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar peserta didik pada masa yang akan datang.
Memperhatikan
bentuk-bentuk inovasi kurikulum tersebut, berarti sudah banyak inovasi
kurikulum yang dilakukan di Indonesia, tetapi mengapa hasil dari inovasi
kurikulum tersebut tidak/belum pernah diekspos ke masyarakat luas. Padahal,
hasil penelitian tentang itu banyak dilakukan, dananya pun dianggarkan cukup
besar, tetapi hasilnya hanya berhenti samapai dengan laporan penelitian.
E.
Hambatan dalam Implementasi
Kurikulum
Berbagai upaya
inovasi kurikulum telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk menata
kembali keseluruhan struktur dan prosedur pengembangan kurikulum pendidikan
dasar dan menengah agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi
tersebut antara lain, konsep pendekatan kompetensi, pengembangan media
audio-visual, penerbitan buku-buku sumber elektronik, pengembangan
sumber-sumber belajar, pembelajaran PAKEM, penilaian berbasis kelas, portofolio
dan sebagainya. Meskipun demikian, ada juga hambatan yang terjadi dalam
melakukan upaya inovasi, antara lain dapat disebabkan oleh tidak sesuainya
latar belakang kultur masyarakat (terutama guru) tempat inovasi itu
dikembangkan dengan budaya Indonesia. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya
sikap dan kemampuan berpikir kritis, analitis, reflektis, konstruktif dan
antisipatif terhadap inovasi yang dikenalkan. Penerimaan inovasi juga belum
dibarengi dengan tekad dan semangat baru serta kerja keras dari guru.
Sejarah
menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan. Manusia itu pada
umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga. Guru lebih
senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara
yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaruan memerlukan
pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tidak semua orang suka bekerja lebih
banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada kalanya, bahwa guru tidak
mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena
peraturan-peraturan administrative. Guru itu hanya diharapkan mengikuti
intruksi atasan.[8]
Selain itu,
dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih mudah
daripada melaksanakannya walaupun telah dilaksanakan sebagai percobaan.
Pembaruan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk
fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak
jarang pula pembaruan itu ditentang oleh mereka yang ingin berpegang teguh pada
yang sudah lazim dilakukan atau kurang percaya akan hal yang baru sebelum
terbukti kelebihannya.
Dengan
demikian, nilai dan esensi dari suatu inovasi belum menjadi milik intrinsic
manusia Indonesia sebagai akibat dari penerimaan inovasi demi target
formalistic belaka.
Guru memang
memiliki potensi, tetapi guru juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini mengimplikasikan
perlunya perencanaan yang matang dan komprehensif tentang inovasi kurikulum
dalam berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan hambatan
yang akan terjadi sehingga keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan segera.
Di antara
keterbatasan guru, yakni guru mempunyai waktu yang terbatas untuk mengkaji
lebih lanjut informasi tentang inovasi, guru mempunyai tingkat kemampuan yang
bervariasi, guru kurang memperoleh kesempatan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Inovasi
kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau
tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru
untuk memecahkan masalah pendidikan. Inovasi dibagi menjadi dua jenis yakni,
top-down innovation dan buttom-up innovation. Adapun strategi-strategi yang
digunakan yaitu strategi pemaksaan, strategi empiric-rasional dan strategi
pendidikan yang berulang secara normative.
Dalam proses
pengembangan kurikulum pasti terdapat tahapan-tahapannya supaya inovasi
tersebut dapat berkembang dengan baik. Perbaikan kurikulum biasanya hanya
mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum, misalnya metode mengajar,
alat peraga, buku pelajaran dengan tetap menggunakan kurikulum yang berlaku.
Akan tetapi sebelum mengubah atau memperbaikinya hendaknya diadakan penilaian
tentang kurikulum yang sedang dijalankan.
Berbagai upaya
inovasi yang dilakukan pasti tidak lepas dari hambatan-hambatan. Hambatan itu
dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar belakang kultur masyarakat tempat
inovasi itu dikembangkan. Tak jarang pula pembaruan itu ditentang oleh mereka
yang ingin berpegang teguh pada yang sudah lazim dilakukan atau kurang percaya
akan hal yang baru sebelum terbukti kelebihannya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta ; Bumi Aksara.
2006.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan Pembelajaran.
Jakarta : Rajawali Pers. 2011.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
Bandung : Remaja Rosdakarya.2013.
[1] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011
), hlm. 235
[2] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 251-252
[3] Zainal
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum ( Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 297
[4] Ibid,
hlm.297-298
[5] Tim
Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran (
Jakarta : Rajawali Pers, 2011 ), hlm. 230
[6] Zainal
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum ( Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2013), hlm. 311-312
[7] Ibid, hlm.313
[8] S. Nasution, Asas-Asas
Kurikulum (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 255-256