Sabtu, 29 Oktober 2016

Inovasi Kurikulum


Inovasi Kurikukum
Oleh: Arvianita
arvianita558@gmail.com

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, masyarakat telah mengalami perubahan pada setiap aspek kehidupannya. Perkembangan pendidikan pun akan berjalan seiring dengan dinamika masyarakatnya. Perkembangan pendidikan mempunyai kaitan yang erat dengan kurikulum yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, kurikulum pun harus dapat menyesuaikannya. Itu sebabnya  kurikulum itu harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Semua perubahan itu penting walaupun terdapat resikonya, yaitu supaya pendidikan lebih maju dan tidak tertinggal.
Dengan demikian, inovasi kurikulum yang merupakan praktek kurikulum baru dengan mengadopsi bagian-bagian yang potensial dari kurikulum terdahulu, untuk mengatasi masalah-masalah yang mempengaruhi proses kelancaran pendidikan. Tentunya inovasi yang merupakan hasil pemikiran yang bercirikan hal baru, berupa praktik tertentu atau produk dari suatu hasil olah pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui tahapan tertentu yang diyakini dan dimaksudkan untuk memecahkan persoalan yang timbul dan memperbaiki suatu keadaan menjadi lebih baik.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian, jenis dan strategi inovasi ?
2.      Bagaimana proses pengembangan dan keputusan inovasi ?
3.      Bagaimana inovasi kurikulum di Indonesia ?
4.      Bagaimana ruang lingkup dan bentuk inovasi kurikulum ?
5.      Apa saja hambatan dalam implementasi inovasi kurikulum ?

C.   Kerangka Teori
Di Indonesia telah terjadi beberapa perubahan tentang kurikulum, perubahan itu dimaknai sebagai inovasi kurikulum yang ditandai oleh adanya hal yang baru. Tentunya perubahan atau pembaruan kurikulum tidaklah mudah, pasti ada hambatan-hambatan yang terjadi setiap kali melakukan upaya inovasi tersebut. Untuk meminimalisirnya perlu adanya strategi dalam proses pengembangan dan keputusan inovasi dengan melihat ruang lingkup dan beberapa bentuk inovasi.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian, Jenis dan Strategi Inovasi
Berbicara tentang inovasi mengingatkan pada istilah invention  dan discovery. Invention adalah penemuan sesuatu yang benar-benar baru sebagai hasil karya manusia. Sedangkan  discovery adalah penemuan sesuatu ( benda yang sebenarnya telah ada sebelumnya ). Jadi secara sederhana inovasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang baru dalam situasi sosial tertentu yang digunakan untuk menjawab atau memecahkan suatu permasalahan.
Santoso S. Hamidjojo seperti dikutip Abdulhak (2002) menyatakan bahwa inovasi pendidikan sebagai “ suatu perubahan yang baru dan kualitatif, berbeda dari sebelumnya dan sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu, termasuk dalam bidang pendidikan.[1]
Sebab-sebab terjadinya kurikulum antara lain : Kurikulum itu selalu dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam factor-faktor yang mendasarinya, kurikulum juga diubah bila tekanan dalam tujuan mengalami pergeseran, kurikulum dapat pula berubah bila terdapat pendirian baru mengenai proses belajar, dan perubahan dalam masyarakat, eksploitasi ilmu pengetahuan dan lain-lain. Maka karena itu perubahan kurikulum merupakan hal biasa. Malahan mempertahankan kurikulum yang ada akan merugikan anak-anak dan dengan demikian fungsi kerikulum itu sendiri.[2]
Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum, misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan tetap menggunakan kurikulum yang berlaku. Akan tetapi sebelum mengubah atau memperbaikinya hendaknya diadakan penilaian tentang kurikulum yang sedang dijalankan.
Pelaksanaan inovasi kurikulum tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan inovasi itu sendiri. Dilihat dari hal itu, inovasi kurikulum dibagi ke dalam dua jenis :[3]
1.      Top-down Innovation
Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan atau pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, ataupun sebagai usaha untuk meningkatkan efisiensi dan sebagainya.
2.      Buttom-up Innovation
Inovasi ini dibuat berdasarkan ide, pikiran kreasi, inisiatif sekolah, guru atau masyarakat. Jenis ini jarang dilakukan di Indonesia karena system pendidikan yang ada cenderung bersifat sentralistik.
Selanjutnya, Chin dan Benne dalam Kennedy (1987) mengemukakan 3 strategi inovasi :[4]
1.      Strategi pemaksaan
Strategi ini cenderung memaksakan kehendak, ide dan pikiran sepihak atau dari pencipta inovasinya tanpa menghiraukan kondisi dan keadaan serta situasi yang sebenarnya di mana inovasi itu dilaksanakan.
2.      Strategi empiric-rasional
Asumsi dasar dalam strategi ini adalah bahwa manusia mampu menggunakan pikiran logisnya sehingga mereka akan bertindak secara rasional. Dalam kaitannya, innovator bertugas mendemonstrasikan inovasinya dengan menggunakan metode yang terbaik dan bermanfaat.
3.      Strategi pendidikan yang berulang secara normative
Strategi ini menekankan bagaimana klien (guru) memahami permasalahan pembaruan, seperti perubahan sikap, keterampilan dan nilai-nilai yang berhubungan dengan manusia.
B.     Proses Pengembangan dan Keputusan Inovasi
Menurut cece Wijaya, dkk (1991) bahwa proses inovasi mempunyai beberapa tahapan, yaitu invention, development, diffusion dan adoption.
1.      Invention, meliputi penemuan-penemuan baru yang biasanya merupakan adaptasi dari apa yang telah ada. Dalam praktiknya, sering terjadi inovasi kurikulum dan pembelajaran menggambarkan suatu hasil yang sangat berbeda dengan apa yang sedang terjadi sebelumnya.
2.      Development, yaitu suatu proses sebelum masuk ke dalam skala yang lebih besar.
3.      Diffusion, merupakan suatu tipe khusus dari komunikasi yang berhubungan dengan gagasan atau ide baru. Sebagaimana dikemukakan oleh Rogers (1983) bahwa difusi adalah proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu secara terus menerus di antara anggota-anggota system sosial.
4.      Adoption. Dalam tahap ini terdapat beberapa unsur penting yang perlu dipertimbangkan, antara lain : penerimaan waktu, tipe pembaruan, unit pengadopsi, saluran komunikasi, struktur sosial, dan budaya.
Pada proses pengembangannya, inovasi perlu memperhatikan langkah-langkah :
1.      Memahami masalah atau kebutuhan yang timbul dalam masyarakat.
2.      Melakukan penelitian dasar dan terapan. Dasar ilmu pengetahuan dan teknologi biasanya berasal dari penelitian dasar, sedangkan penelitian terapannya terdiri atas investigasi sains yang diarahkan pada pemecahan masalah praktis.
3.      Pengembangan. Kegiatan pengembangan selalu dikaitkan dengan penelitian. Dalam kenyataanya sangat sulit untuk memisahkan antara research dan development sehingga keduanya sering digunakan bersama-sama.
4.      Komersialisasi, merupakan produksi, manufaktur, kemasan, pemasaran dan distribusi. Pengembangannya dikemas dalam bentuk produk siap pakai oleh pengguna.
5.      Difusi dan adopsi. Masalah yang paling krusial dalam pengembangan inovasi adalah keputusan untuk memulai difusi kepada pengguna (adaptor). Pada satu sisi perlu penekanan untuk menerapkan inovasi sesegera mungkin dalam pemecahan masalah, di sisi lain kredibilitas dan reputasi lembaga perlu dijaga dalam merekomendasikan inovasi yang dapat menguntungkan pengguna.
6.      Konsekuensi. Ini merupakan tahap akhir, persoalannya adalah apakah kebutuhan dapat dipecahkan oleh hasil inovasi atau sebaliknya.
Proses keputusan inovasi adalah proses dimana sesorang individu atau unit pembuat keputusan mempertimbangkan langkah-langkah membuat keputusan, mulai dari memahami tentang inovasi, menentukan sikap terhadap inovasi, membuat keputusan untuk mengadopsi atau menolaknya, implementasi inovasi, sampai pada konfirmasi dari keputusan tersebut. Adapun uraian dari kelima langkah utama dalam proses keputusan inovasi :
1.      Pengetahuan, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainnya terbuka terhadap adanya inovasi dan memperoleh pengetahuan tentang bagaimana cara ia terlibat dan berfungsi dalam pengembangan inovasi.
2.      Persuasi, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainnya menentukan sikap senang atau tidak terhadap inovasi tersebut.
3.      Keputusan, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainnya terikat dalam aktivitas untuk memilih mengadopsi atau menolak inovasi itu.
4.      Implementasi, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainnya menentukan pelaksanaan suatu inovasi.
5.      Konfirmasi, terjadi bila seorang individu atau unit pembuat keputusan lainnya mencari dukungan bagi suatu keputusan inovasi yang telah dibuat, tetapi ia mungkin membalikkan keputusan yang lalu jika pesan-pesan yang disampaikan bertentangan dengan inovasi itu.
Dalam proses keputusan inovasi pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilalui individu atau kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan untuk menerima atau menolak, implementasi inovasi, dan konfirmasi atas keputusan inovasi yang dipilihnya.[5]
Berkaitan dengan keputusan inovasi, perlu juga diketahui beberapa tipe keputusan inovasi, yaitu
1.      Keputusan inovasi pilihan, yaitu pilihan pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat oleh seseorang, yang bebas dari keputusan-keputusan dari anggota kelompok sebuah system.
2.      Keputusan inovasi kolektif, yaitu pilihan-pilihan mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang dibuat secara consensus di kalangan para anggota suatu system sosial.
3.      Keputusan inovasi otoritas, yaitu pilihan untuk mengadopsi atau menolak suatu inovasi yang telah dibuat oleh individu dalam suatu system yang mempunyai kekuatan, status atau keahlian teknis.

C.     Inovasi Kurikulum di Indonesia
Dalam perkembangan system pendidikan di Indonesia telah dilakukan berbagai upaya inovasi kerikulum dan pembelajaran. Inovasi kurikulum dan pembelajaran harus dilakukan karena beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, relevansi, yaitu masih adanya ketidaksesuaian antara kurikulum yang digunakan dengan kebutuhan di lapangan. Kedua, mutu pendidikan di Indonesia sangat rendah. Ketiga, pembangunan pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih kurang merata. Di satu sisi, pendidikan di kota dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tuntutan kurikulum, tetapi di sisi lain, di kota kecil termasuk di pedesaan sangat jauh ketinggalan. Keempat, masalah keefektifan dan efisiensi pendidikan. Keefektifan berkenaan dengan keampuhan pelaksanaan kurikulum, sedangkan efisiensi berkenaan dengan manajemen kurikulum itu sendiri.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan berbagai upaya atau terobosan dan pemikiran yang mendalam serta pendekatan progresif dalam bentuk inovasi kurukulum sehingga diharapkan ada peningkatan mutu pendidikan, baik masa sekarang maupun yanga akan datang.
Setelah bentuk atau wujud inovasi kurikulum itu ada, kemudian dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Untuk itu, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan:[6]
1.      Faktor guru (pendidik)
Guru sebagai ujung tombak dalam pengembangan kurikulum. Kepiawaian dan kewibawaannya sangat menentukan keefektifan kurikulum, baik di sekolah maupun di luar sekolah, baik sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, pelaksana maupun sebagai innovator kurikulum.
2.      Factor siswa (peserta didik)
Siswa sebagai objek utama dalam kurikulum. Peserta didik dapat menentukan keberhasilan belajar melalui penggunaan intelegensia, kemampuan motoric, pengalaman, kemauan dan komitmen yang timbul dalam diri mereka tanpa paksaan.
3.      Faktor program pembelajaran
Program pembelajaran dan perangkatnya merupakan pedoman dalam implementasi kurikulum di sekolah. factor ini harus diperhatikan karena hasil inovasi kurikulum pada akhirnya disusun dalam program pembelajaran.
4.      Factor fasilitas
Fasilitas, termasuk sarana dan prasaranamya tidak bisa diabaikan dalam penerapan inovasi kurikulum.tanpa adanya fasilitas, maka pelaksanaan inovasi kurikulum dapat dipastikan tidak akan berjalan dengan baik.
5.      Factor lingkungan sosial masyarakat
Masyarakat secara langsung ataupun tidak langsung ikut terlibat dalam inovasi kurikulum. Tanpa melibatkan masyarakat, inovasi kurikulum tentu akan terganggu bahkan bisa rusak. Pada dasarnya tujuan inovasi kurikulum adalah mengubah masyarakat menjadi lebih baik, terutama masyarakat di mana peserta didik itu berasal.

D.     Ruang Lingkup dan Bentuk Inovasi Kurikulum
Secara garis besar, ruang lingkup inovasi kurikulum terdiri atas, tujuan kurikulum, struktur kurikulum, materi pelajaran, proses pembelajaran, dan system penilaian. Tujuan kurikulum bersumber dari setiap mata pelajaran dan susunan mata pelajaran itulah yang disebut struktur kurikulum. Hampir setiap pergantian kurikulum selalu terjadi perubahan struktur kurikulum. Misalnya, pada tahun 1975, struktur kerikulum mengalami perubahan yang sangat mendasar, mulai dari jenis mata pelajaran sampai dengan organisasi kurikulumnya. Dalam kurikulum 1968, organisasi kurikulum yang digunakan adalah mata pelajaran yang terpisah-pisah, sedangkan dalam kurikulum 1975, organisasi kurikulum yang digunakan adalah bidang studi, yaitu mata pelajaran yang serumpun difusikan menjadi satu bidang studi.[7]
Inovasi kurikulum juga menyangkut tentang materi. Selama ini kurikulum di Indonesia banyak menggunakan kurikulum berbasis isi, dan sejak tahun 2004 baru menggunakan kurikulum berbasis kompetensi. Perubahan kurikulum ini mengakibatkan perubahan paradigm terhadap proses pembelajaran, yaitu dari apa yang harus diajarkan (isi) menjadi apa yang harus dikuasai.
Perubahan kurikulum ini juga membawa implikasi terhadap cara guru mengajar atau proses pembelajaran. Semula guru lebih menekankan isi tetapi melupakan hasil, sedangkan sekarang lebih menekankan pada hasil. Beberapa bentuk inovasi kurikulum yang pernah dilakukan di Indonesia, antara lain :
Pada kurikulum 1975, kita mengenal strategi pembelajaran PPSI ( Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), dan pendekatan CBSA ( Cara Belajar Siswa Aktif ), kemudian dalam kurikulum 1984 diberlakukan system kredit dan system semester serta pendekatan keterampilan proses. Kurikulum 1994 dengan system catur wulannya lebih banyak menggunakan pendekatan-pendekatan seperti kurikulum sebelumnya. Kurikulum 2004, penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi serta sumber belajar yang bervariasi. Hal ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta didik pada masa yang akan datang.
Memperhatikan bentuk-bentuk inovasi kurikulum tersebut, berarti sudah banyak inovasi kurikulum yang dilakukan di Indonesia, tetapi mengapa hasil dari inovasi kurikulum tersebut tidak/belum pernah diekspos ke masyarakat luas. Padahal, hasil penelitian tentang itu banyak dilakukan, dananya pun dianggarkan cukup besar, tetapi hasilnya hanya berhenti samapai dengan laporan penelitian.
E.      Hambatan dalam Implementasi Kurikulum
Berbagai upaya inovasi kurikulum telah banyak dilakukan di Indonesia, terutama untuk menata kembali keseluruhan struktur dan prosedur pengembangan kurikulum pendidikan dasar dan menengah agar lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Inovasi tersebut antara lain, konsep pendekatan kompetensi, pengembangan media audio-visual, penerbitan buku-buku sumber elektronik, pengembangan sumber-sumber belajar, pembelajaran PAKEM, penilaian berbasis kelas, portofolio dan sebagainya. Meskipun demikian, ada juga hambatan yang terjadi dalam melakukan upaya inovasi, antara lain dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar belakang kultur masyarakat (terutama guru) tempat inovasi itu dikembangkan dengan budaya Indonesia. Penyebab lainnya adalah masih kurangnya sikap dan kemampuan berpikir kritis, analitis, reflektis, konstruktif dan antisipatif terhadap inovasi yang dikenalkan. Penerimaan inovasi juga belum dibarengi dengan tekad dan semangat baru serta kerja keras dari guru.
Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan. Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga. Guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Ada kalanya karena cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaruan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tidak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada kalanya, bahwa guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan administrative. Guru itu hanya diharapkan mengikuti intruksi atasan.[8]
Selain itu, dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih mudah daripada melaksanakannya walaupun telah dilaksanakan sebagai percobaan. Pembaruan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaruan itu ditentang oleh mereka yang ingin berpegang teguh pada yang sudah lazim dilakukan atau kurang percaya akan hal yang baru sebelum terbukti kelebihannya.
Dengan demikian, nilai dan esensi dari suatu inovasi belum menjadi milik intrinsic manusia Indonesia sebagai akibat dari penerimaan inovasi demi target formalistic belaka.
Guru memang memiliki potensi, tetapi guru juga memiliki keterbatasan. Keterbatasan ini mengimplikasikan perlunya perencanaan yang matang dan komprehensif tentang inovasi kurikulum dalam berbagai tingkatan dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan hambatan yang akan terjadi sehingga keterbatasan tersebut dapat diatasi dengan segera.
Di antara keterbatasan guru, yakni guru mempunyai waktu yang terbatas untuk mengkaji lebih lanjut informasi tentang inovasi, guru mempunyai tingkat kemampuan yang bervariasi, guru kurang memperoleh kesempatan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dan sebagainya.



























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Inovasi kurikulum dan pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu ide, gagasan atau tindakan tertentu dalam bidang kurikulum dan pembelajaran yang dianggap baru untuk memecahkan masalah pendidikan. Inovasi dibagi menjadi dua jenis yakni, top-down innovation dan buttom-up innovation. Adapun strategi-strategi yang digunakan yaitu strategi pemaksaan, strategi empiric-rasional dan strategi pendidikan yang berulang secara normative.
Dalam proses pengembangan kurikulum pasti terdapat tahapan-tahapannya supaya inovasi tersebut dapat berkembang dengan baik. Perbaikan kurikulum biasanya hanya mengenai satu atau beberapa aspek dari kurikulum, misalnya metode mengajar, alat peraga, buku pelajaran dengan tetap menggunakan kurikulum yang berlaku. Akan tetapi sebelum mengubah atau memperbaikinya hendaknya diadakan penilaian tentang kurikulum yang sedang dijalankan.
Berbagai upaya inovasi yang dilakukan pasti tidak lepas dari hambatan-hambatan. Hambatan itu dapat disebabkan oleh tidak sesuainya latar belakang kultur masyarakat tempat inovasi itu dikembangkan. Tak jarang pula pembaruan itu ditentang oleh mereka yang ingin berpegang teguh pada yang sudah lazim dilakukan atau kurang percaya akan hal yang baru sebelum terbukti kelebihannya.






DAFTAR PUSTAKA

Nasution, S. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta ; Bumi Aksara. 2006.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers. 2011.
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung : Remaja Rosdakarya.2013.




[1] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011 ), hlm. 235
[2] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 251-252
[3] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 297
[4] Ibid, hlm.297-298
[5] Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran ( Jakarta : Rajawali Pers, 2011 ), hlm. 230
[6] Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 311-312

[7] Ibid, hlm.313
[8] S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta : Bumi Aksara, 2006), hlm. 255-256