Minggu, 04 Juni 2017
Kamis, 01 Juni 2017
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANAK
HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU ANAK
arvianita558@gmail.com
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan lembaga pendidikan informal
yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya tidak kalah
penting dari lembaga formal dan non formal. Orang tua merupakan guru pertama
yang dikenal oleh anak. Kepribadian, cara bicara, cara berpakaian, dan gaya
hidup selalu menjadi panutan anaka-anaknya. Maka, orang tua merupakan model
yang selalu menjadi idola oleh anak-anaknya. Pola Asuh (Parenting Style)
adalah cara orang tua mendidik anak-anaknya yang dapat mempengaruhi kepribadian
anaknya secara signifikan.[1]
Macam-macam pola asuh orang tua yang kita kenal di masyarakat ada tiga, yaitu
pola asuh Otoriter, pola asuh Demokratis, dan pola asuh Permisif.
Pola
asuh orang tua tentu sangat berpengaruh terhadap perilaku anak, baik di sekolah,
di rumah, maupun di masyarakat. Dalam belajar di sekolah, sikap anak
berbeda-beda. Tentu saja semua dipengaruhi oleh sifat dan sikap bawaan anak
dari rumah yang ditanamkan oleh orang tua.
Perilaku dalam diri anak berhubungan dengan kedewasaan
yang berhubungan dengan perkembangan, perkembangan dalam kedewasaan disini
memiliki dua artian yaitu kedewasaan dalam berfikir dan kedewasaan pencapaian
umur. Anak yang berumur satu tahun lebih tua belum tentu memiliki pola pikir
yang lebih dewasa dibandingkan dengan anak yang usianya lebih muda, begitu juga
sebaliknya. Kedewasaan berhubungan dengan perkembangan, dan perkembangan itu
sendiri merupakan suatu perubahan kearah yang lebih maju dan lebih dewasa.
Masing-masing anak memiliki
loncatan dan kelambatan pada jenis usia perkembangan yang berbeda. Bagi anak
yang hidup di dalam lingkungan yang baik dan teratur maka perkembangannya akan
melalui proses umum, sehingga tiap-tiap usia perkembangan dapat masak pada
waktunya. Akan tetapi tidak semua peserta didik hidup dalam lingkungan yang
demikian. Kenyataanya kehidupan yang dialami oleh masing-masing anak sangat
kompleks, maka banyak terjadi ketidaksamaan dari usia-usia perkembangan
tersebut.
TUJUAN
PENELITIAN
1. Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan perkembangan
anak
2. Untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan
perilaku anak
KAJIAN
TEORI
Perkembangan
Perkembangan ialah
perubahan-perubahan psiko-fisik sebagi hasil dari proses pematangan
fungsi-fungsi psikis dan fisik pada anak, ditunjang oleh faktor lingkungan dan
proses belajar dalam kurun waktu tertentu untuk menuju kedewasaan.[2]
Pola Asuh
Orang Tua
Menurut Ahmad Tafsir “Pola
asuh berarti pendidikan, sedangkan pendidikan adalah bimbingan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.[3]
Pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan
interaksi orang tua dan anak, dimana orang tua yang memberikan dorongan bagi
anak dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan, dan nilai-nilai yang dianggap
paling tepat bagi orang tua agar anak bisa mandiri, tumbuh serta berkembang
secara sehat dan optimal, memiliki rasa percaya diri, memiliki sifat rasa ingin
tahu, bersahabat dan berorientasi untuk sukses.[4]
Jadi pola asuh orang tua
adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua
dengan anak, di mana orang tua bermaksud menstimulasi
anaknya dengan mengubah tingkah laku, pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh
orang tua, agar anak
dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Pola
asuh yang dikenal dalam masyarakat ada 3 yakni:
1.
Pola asuh otoriter, yaitu pola asuh
yang menegaskan akan kekuasaan orang tua di dalam mendidik anak-anaknya. Orang
tua menerapkan peraturan tegas dengan sanksi-sanksi, dan anak wajib patuh. Anak
sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk memperoleh haknya.[5]
Ciri-ciri dari pola asuh otoriter adalah sebagai
berikut:[6]
a. Anak harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan
tidak boleh membantah.
b. Orang tua cenderung mencari kesalahan-kesalahan anak
dan kemudian menghukumnya.
c. Orang tua cenderung memberikan perintah dan larangan
kepada anak.
d. Jika terdapat perbedaan pendapat antara orang tua dan
anak, maka anak dianggap pembangkang.
e. Orang tua cenderung memaksakan disiplin.
f. Orang tua cenderung memaksakan segala sesuatu untuk
anak dan anak hanya sebagai pelaksana.
g. Tidak ada komunikasi antara orang tua dan anak.
2.
Pola asuh demokratis, yaitu pola asuh
yang menerapkan nilai-nilai demokrasi dalam keluarga. Anak dihargai haknya oleh
orang tua, dan orang tua menerapkan peraturan-peraturan yang dipatuhi anak
selama tidak memberatkan anak.[7]
Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: [8]
a. Menentukan peraturan dan disiplin dengan memperhatikan
dan mempertimbangkan alasan-alasan yang dapat diterima, dipahami dan dimengerti
oleh anak.
b. Memberikan pengarahan tentang perbuatan baik yang
perlu dipertahankan dan yang tidak baik agar di tinggalkan.
c. Memberikan bimbingan dengan penuh pengertian.
d. Dapat menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
e. Dapat menciptakan suasana komunikatif antara orang tua
dan anak serta sesama keluarga.
3.
Pola asuh permisif, yaitu pola asuh
yang menerapkan kebebasan. Dalam pola asuh ini anak berhak menentukan apa yang
akan ia lakukan dan orang tua memberikan fasilitas sesuai kemauan anak. [9]
Ciri-ciri pola asuh demokratis adalah sebagai berikut: [10]
a. Membiarkan anak bertindak sendiri tanpa memonitor dan
membimbingnya.
b. Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif dan masa
bodoh.
c. Mengutamakan kebutuhan material saja.
d. Membiarkan saja apa yang dilakukan anak (terlalu
memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada peraturan-peraturan
dan norma-norma yang digariskan orang tua).
e. Kurang sekali keakraban dan hubungan yang hangat dalam
keluarga.
METODE
PENELITAN
Tempat dan
Waktu Penelitian
- Tempat
Penelitian ini dilakukan di desa Basin, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah
- Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada hari Kamis, 25 Mei 2017
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan
angket/kuesioner yaitu untuk mendapatkan data/fakta tentang variabel penelitian
sesuai yang diketahui responden.
Angket/kuesioner disebut juga instrumen penelitian.
Instrurnen penelitian, adalah berisi butir-butir pertanyaan yang mengungkap
gambaran tentang perumusan pertanyaan dalam angket kuisioner pengaruh pola asuh
orang tua dan angket kuisioner karakteristik anak.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat
diperoleh data:
1. Banyaknya
responden adalah 12 orang.
2. Dari 12 orang responden didapatkan hasil:
a. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter adalah
sebanyak 64,58%
b. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis adalah
sebanyak 80,20%
c. Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif adalah
sebanyak 59, 63%
d. Karakteristik anak dalam kehidupan sehari-hari
menunjukkan presentase sebanyak 51.02%
Hubungan
pola asuh orang tua dengan perkembangan anak
Hasil menunjukkan bahwa
tidak semua orang tua menerapkan pola asuh yang sama terhadap anak mereka.
Dalam artian setiap responden memiliki pola asuh yang berbeda-beda yang dapat
mempengaruhi perkembangan anak. Sehingga perkembangan anak yang satu dengan
yang lainnya berbeda-beda pula. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang
mendukung perkembangan dengan baik maka perkembangan anak menjadi bagus.
Sebaliknya jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan
dengan buruk maka perkembangan anak menjadi lemah atau tidak sebaik
perkembangan anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang bagus.
Latar keluarga, kondisi
emosi dan suasana rumah yang berbeda, dengan sendirinya akan mempengaruhi
tingkat perkembangan anak. Jadi pola asuh orang tua mempunyai peranan penting
dalam keberhasilan perkembangan anak.
Hubungan
pola asuh orang tua dengan perilaku anak
Setiap tipe pengasuhan pasti
memiliki resiko masing-masing. Tipe otoriter memang memudahkan orang tua,
karena tidak perlu bersusah payah untuk bertanggung jawab dengan anak. Anak
yang dibesarkan dengan pola asuh ini cenderung tumbuh menjadi pribadi yang
kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan
lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki depresi
yang lebih tinggi. Orangtua dengan pola asuh demokratis cenderung menghasilkan
anak dengan harga diri tinggi, rasa ingin tahu yang besar, kreatif, percaya
diri, cerdas, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormari orangtua,
berprestasi baik, dan dapat berkomunikasi baik dengan lingkungan sekitar.
Sementara pola asuh permisif cenderung pada apa ynag dilakukan anak
diperbolehkan orang tua dan orang tua juga menuruti segala keinginan anak.
Sehingga pola asuh ini cenderung menjadikan anak lebih terlihat manja karena
apa yang diinginkan anak dapat terpenuhi.
KESIMPULAN
- Orang tua memiliki peranan penting terhadap perkembangan anak. Anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan baik maka perkembangan anak menjadi bagus. Sebaliknya jika anak tumbuh di lingkungan keluarga yang mendukung perkembangan dengan buruk maka perkembangan anak menjadi lemah atau tidak sebaik perkembangan anak yang tumbuh di lingkungan keluarga yang bagus.
- Pola asuh orang tua yang dikenal di masyarakat ada 3 yakni pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku siswa baik di rumah, sekolah, maupun masyarakat. Pola asuh otoriter menjadikan perilaku anak cenderung tumbuh menjadi pribadi yang kurang memiliki kepercayaan diri, kurang kreatif, kurang dapat bergaul dengan lingkungan sosialnya, ketergantungan kepada orang lain, serta memiliki depresi yang lebih tinggi. Pola asuh demokratis cenderung menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, rasa ingin tahu yang besar, kreatif, percaya diri, cerdas, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormari orangtua, berprestasi baik, dan dapat berkomunikasi baik dengan lingkungan sekitar. Sedangkan pola asuh permisif cenderung menjadikan anak lebih terlihat manja.
DAFTAR
PUSTAKA
Efendhi, Fahrizal. 2014. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan Konseling. IKIP Veteran Semarang.
Idris, Zahara dan Lisma Jamal. 1992. Pengantar
Pendidikan 2. Jakarta: PT Grasindo.
Irwanto, Danny I. Yatim. 1991. Kepribadian Keluarga
Narkotika. Jakarta: Arcan
Latipah,
Eva. 2012. Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pedagogia
Kartono, Kartini. 1985. Peran Keluarga Membentuk
Anak. Jakarta: Rajawali
Tridhonanto,
Al dan Beranda Agency. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo
[1]
Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Pedagogia,
2012), hlm. 237.
[2] Kartini Kartono, Peran Keluarga Membentuk Anak, (Jakarta: Rajawali,
1985), hlm. 20.
[3] Danny I. Yatim Irwanto, Kepribadian Keluarga Narkotika, (Jakarta:
Arcan, 1991), hlm. 94.
[4] Al Tridhonanto
dan Beranda Agency, Mengembangkan Pola Asuh Demokratis, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 5.
[5] Fahrizal Efendhi, Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling, IKIP Veteran
Semarang, 2014.
[6] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT
Grasindo, 1992), hlm. 88.
[7] Fahrizal Efendhi, Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling, IKIP Veteran
Semarang, 2014.
[8] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT
Grasindo, 1992), hlm. 87.
[9] Fahrizal Efendhi, Pengaruh
Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kemandirian Dalam Belajar Siswa, Jurnal Ilmiah Pendidikan Bimbingan Dan
Konseling, IKIP Veteran Semarang,
2014.
[10] Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan 2, (Jakarta: PT
Grasindo, 1992), hlm. 89.
EMPTY OUTLINE: ALTERNATIF MENINGKATKAN DAYA INGAT ANAK
EMPTY OUTLINE: ALTERNATIF MENINGKATKAN DAYA
INGAT ANAK
Oleh: Arvianita
arvianita558@gmail.com
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
ABSTRAK
Daya
ingat anak usia dini masih sangat kuat. Namun, dalam proses pembelajaran di
sekolah terkadang guru lupa untuk memaksimalkan daya ingat anak dengan baik.
Sebagian guru masih mengajarkan pelajaran dengan metode ceramah, dan masih
menganggap siswa-siswinya sebagai gelas kosong yang harus diisi air hingga
penuh. Metode ini bukanlah metode yang tepat, sebab siswa akan merasa terkekang
dan tidak bisa mengembangkan kreatifitas serta potensinya.
Berangkat
dari permasalahan tersebut, penulis mencoba menggali pemakaian strategi Empty
Outline. Dengan strategi ini diharapkan siswa mampu memaksimalkan daya ingat
sehingga terjadi peningkatan hasil belajar. Pernyataan ini diperkuat dengan
adanya penelitian yang dilakukan oleh Anni Rohmahwati dan Entri Nilpida. Dari
penelitian Anni dan Entri menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat
setelah guru melakukan perbaikan pengajaran menggunaan strategi Empty Outline.
Kata Kunci: Daya Ingat, Guru, Empty Outline
ABSTRACK
Early
chilhood memory is still very strong. However, in the learning process at
school teachers sometimes forget to maximize your child’s memory well. Some teachers
still teach lessons with lectures, and still considers its students as empty
glasses to be filled with water to the brin. This method is not the right
method, because students will feel constrained and can not develop creativity
and potential.
Departing
from this problems, the author tries to explore the use of strategy Empty Outline.
This strategy is expected that students are able to maximize memory so that an
increase learning outcomes. This statement is reinforced by research conducted
by Anni Rohmahwati and Entri Nilpida. From research conducted Anni and Entri
indicates that increased students learning outcomes after teacher improvement
teaching strategy Empty Outline.
Keywords: Memory, Teaching, Empty Outline
PENDAHULUAN
Persoalan pendidikan yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah rendahnya mutu pendidikan dasar dan
menengah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan
tersebut. Salah satunya adalah dengan pembaruan kurikulum. Selain itu,
persoalan yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk
mengembangkan kemampuan berfikirnya. Proses pembelajaran di dalam kelas selalu
diarahkan kepada anak untuk menghafal informasi. Otak anak dipaksa untuk
mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut memahami informasi
yang diingat itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari.[1]
Menghafal merupakan hal yang sering dianggap menjadi
momok dalam setiap mata pelajaran. Hal ini disebabkan sulitnya memahami
materi-materi didalamnya sedangkan dalam kenyataannya, banyak anak-anak umur SD
lebih mudah dalam menghafal lagu-lagu dewasa ketimbang materi pelajaran. Selain
itu, mereka beranggapan bahwa musik lebih menyenangkan dan tidak memerlukan
waktu lama dan usaha yang susah agar mereka bisa hafal. Pada usia SD inilah
anak-anak mampu mengingat dengan mudah. Namun tidak semua hal dapat mereka
ingat, hanya hal yang mampu menyentuh emosi dengan baik saja yang mampu mereka
ingat dalam waktu lama.
Guru mempunyai tugas bagi berkembangnya minat
membaca dan menghafal siswa sehingga para guru harus membentuk barisan agar
anak mudah mengingat apa yang telah dipelajarinya selama pembelajaran
berlangsung. Hal terpenting yang harus diperhatikan guru adalah bagaimana
menanamkan materi pelajaran agar menjadi bermakna, berkesan dan menyenangkan
bagi siswa-siswinya. Pembelajaran yang menyenangkan yakni pembelajaran yang dapat
dilakukan dengan cara melibatkan langsung peserta didik aktif dalam pembelajaran.
Terciptanya pembelajaran yang aktif tidak dapat
terlepas dari media pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran,
dan lain sebagainya. Metode ceramah merupakan metode yang dianggap efektif bagi
kebanyakan guru karena mereka selalu beranggapan bahwa siswa-siswinya merupakan
gelas kosong yang harus diisi air agar menjadi penuh. Namun pemikiran dari guru
ini salah, bahwasannya guru seharusnya melibatkan kreatifitas siswa dan juga
keaktifannya dalam menerima pelajaran.
Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah
membutuhkan kemampuan guru merancang dan menerapkan strategi pembelajaran yang
menyenangkan. Strategi yang dipilih guru seharusnya lebih kreatif dan inovatif.
Metode dalam penyampaian materipun seharusnya melibatkan siswa secara langsung,
tidak hanya mengandalkan metode ceramah (pembelajaran satu arah). Semangat
belajar akan muncul ketika suasana begitu menyenangkan dan belajar akan efektif
bila seseorang dalam keadaan gembira.[2]
Berdasarkan masalah tersebut,
maka perlu diterapkan strategi pembelajaran aktif. Salah satu strategi
pembelajaran aktif yaitu strategi Empty Outline. Empty Outline merupakan
salah satu cara untuk membuat pembelajaran melekat dalam pikiran siswa. Dengan
penerapan strategi ini diharapkan siswa lebih aktif dan serius dalam mengikuti
pelajaran sehingga hasil belajarnya akan meningkat dan anak lebih bisa memahami
materi pelajaran. Strategi Empty Outline dapat menciptakan keaktifan
belajar siswa sehingga dengan keaktifan belajar tersebut hasil belajar bisa
meningkat dan melekat pada pikiran siswa
Berdasarkan latar belakang
ini penulis tertarik untuk membahas tentang bagaimana pengaruh Empty Outline dalam meningkatkan daya
ingat.
KAJIAN
TEORI
A. Empty Outline
1.
Pengertian
Empty Outline
Empty
Outline yaitu strategi yang berbentuk
baris-baris kosong yang membantu siswa untuk menyebut ulang materi pelajaran
dengan mengisi atau melengkapi baris-baris kosong.[3]
Menurut Anni Empty Outline adalah
metode yang dikembangkan untuk memicu sikap aktif siswa dalam proses
pembelajaran sehingga siswa mempunyai peran pada hakikat yang sebenarnya yakni
sebagai subyek belajar.[4]
Empty
Outline ini berfungsi untuk
mengevaluasi ingatan dan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran.
Metode ini berbentuk garis-garis kosong yang membantu siswa menyebut ulang atau
menyusun butir-butir konsep atau materi
pelajaran dengan mengisi atau melengkapi garis-garis kosong. Pada sisi lain,
strategi ini dapat membantu guru mengetahui sejauh mana siswa ingat terhadap
materi yang telah diajarkan.
2.
Kelebihan Empty Outline
Kelebihan dari strategi Empty Outline dalam pembelajaran adalah:[5]
a. Metode ini sangat cocok untuk materi-materi yang
mengandung fakta-fakta, sila-sila, rukun-rukun, dan prinsip-prinsip,
b. Penggunaan teknik ini banyak berhasil untuk mata
pelajaran pengantar seperti ilmu alam, keperawatan, seni, sejarah, dan musik,
c. Metode ini dapat digunakan untuk permulaan ataupun
kesimpulan dalam menyampaikan materi,
d. Baik untuk tugas pekerjaan rumah tentang materi yang
bersifat relatif ringan,
e. Baik untuk memulai metode apresepsi sehingga peserta
didik lebih cepat terfokus pada materi pelajaran,
f. Baik untuk kuis atau ulangan harian.
3.
Tujuan Empty Outline
Tujuan dari strategi Empty Outline adalah:[6]
a. Untuk memahami langkah-langkah dalam menyelesaikan
masalah,
b. Meningkatkan kemampuan mendengar dan menyimak,
c. Mengembangkan kecakapan belajar, strstegi dan
kebiasaan-kebiasaan,
d. Mempelajari fakta-fakta dalam ilmu pengetahuan.
B. Daya Ingat
1.
Pengertian Daya Ingat
Ingatan (memory) adalah penyimpanan informasi atau
pengalaman seiring dengan berjalannya waktu.[7]
Abu Ahmadi menyatakan bahwa ingatan adalah kekuatan jiwa untuk menerima,
menyimpan, dan mereproduksikan pesan-pesan.[8]
Makmur Maradona berpendapat bahwa daya ingat adalah kemampuan seseorang
menyimpan memori dan memanggil kembali ingatan itu pada saat tepat ketika
sedang dibutuhkan. Sedangkan menurut Aisha daya ingat adalah kesanggupan otak
menyimpan memori yang diterima dari indera dan disimpan dalam jangka waktu
tertentu.[9]
Menurut kamus lengkap Psikologi daya ingat adalah fungsi yang terlibat dalam
mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa lalu.[10]
Dapat disimpulkan bahwa daya ingat merupakan kemampuan
seseorang untuk memanggil kembali informasi yang telah dipelajarinya dan yang
telah disimpan dalam otak. Daya ingat seseorang tidak terlepas dari kemampuan
otaknya untuk menyimpan informasi. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada
manusia, berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu menyimpan dan
menimbulkan kembali sesuatu yang pernah dialami. Namun demikian, tidak biasa
dipungkiri bahwa apa yang pernah dialami itu akan tetap tinggal dalam ingatan,
karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.
2.
Proses Memori Bekerja
Kapadia berpendapat bahwa daya ingat bekerja dalam 4
tahap yaitu: a. Daya ingat mengenali sesuatu, b. Kesan tinggal didaya ingat, c.
Daya ingat menyimpan kesan, d. Daya ingat menyimpan apa yang perlu disimpan.
Lima indera akan membantu seseorang mengalami sesuatu, kesan yang ditinggalkan
dalam benak disebut dengan daya ingat. Seseorang mengenali sesuatu dengan satu
atau dua indera yang saling bekerja sama.[11]
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh berpendapat bahwa
perkembangan daya ingat anak akan bersifat tetap saat anak berusia kurang lebih
4 tahun, lalu akan mencapai intensitas terbaik saat anak berusia kurang lebih
8-12 tahun. Pada saat itu daya menghafal dapat memuat banyak materi, sehingga
daya ingat anak usia dini penting untuk bisa dioptimalkan.[12]
3.
Jenis-jenis Daya Ingat
Kapadia mengelompokkan daya ingat menjadi tiga jenis,
yaitu:[13]
a. Daya ingat sensorik, yaitu ingatan berada di otak
selama tidak lebih dari satu detik,
b. Daya ingat jangka pendek, yaitu ingatan akan berada di
dalam otak dalam jangka waktu yang singkat,
c. Daya ingat jangka panjang, yaitu ingatan berada di
otak untuk waktu ynag lebih lama.
Bimo Walgito berpendapat bahwa perbedaan antara ketiga
macam ingatan terletak pada waktu masuknya stimulus untuk dipersepsi yang
ditimbulkannya kembali sebagai memori out
put. Waktu antara pemasukan stimulus dan penimbulan kembali sebagai memori out put, apabila berjarak antara 20-30
detik merupakan short term memory,
selebihnya merupakan long term memory.
Sedangkan sensory memory waktunya
lebih pendek, yakni kira-kira 1 detik.[14]
PEMBAHASAN
Pembahasan
mengenai daya ingat tentu akan membahas tentang otak yang luar biasa. Otak manusia
mengandung sel saraf (neuron) sebanyak 10-100 miliar yang membentuk sebuah
sistem. Sistem saraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan
sel-sel yang disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan dan mengirimkan
sinyal antara berbagai bagian tubuh manusia.[15]
Ada sekitar 100 jenis neuron yang berbeda yang memiliki fungsi masing-masing.
Neuron memiliki bentuk seperti sebuah pohon yang memiliki akar (dendrit), tubuh
sel (soma), dahan (akson), dan cabang (ujung akson). Setiap neuron menerima input
ke dendrit yang dapat menstimulasi atau menyimpannya.[16]
Islam
mempunyai perhatian yang besar terhadap daya ingat, salah satunya terdapat
dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191 yang artinya “Sesungguhnya dalam menciptakan
langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri dan duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka.”
Dalam pembahasan ini, daya ingat yang dimaksud adalah
anak dapat menangkap
informasi yang dijelaskan oleh guru, kemudian menyimpan informasi
tersebut dalam otak, lalu menimbulkan kembali.
Informasi yang ditimbulkan kembali tidak harus berupa anak mampu menghafal
materi-materi yang telah dijelaskan oleh guru, namun berupa lembar tugas. Produk yang dihasilkan
anak
dalam penelitian ini adalah hasil karya anak yaitu
dari lembar tugas dengan mengingat melalui Empty Outline
(garis-garis kosong) yang dijelaskan oleh guru.
Anak-anak
memiliki keistimewaan dalam hal kekuatan untuk mengingat dan menghafal, karena
kebersihan hati dan perkembangan kecerdasan yang cepat. Oleh karena itu,
pendidikan pada masa kanak-kanak lebih cepat terserap dibanding pengajaran pada
masa selanjutnya. Ibnu khaldun mengatakan bahwa pendidikan pada masa
kanak-kanak lebih bermakna dan meresap, sekaligus sebagai fondasi pada
pendididkan selanjutnya.[17]
Peserta
didik pada usia sekolah dasar memasuki masa operasional konkrit, masa ini
merupakan masa krisis anak, dimana pada waktu inilah merupakan waktu yang tepat untuk merangsang otak dengan
rangsangan spesifik yang mudah diterima dan dipahami oleh otak. Dengan begitu
diharapkan dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak. Jika perkembangan
kognitifnya sudah bagus, tentunya akan menunjang perkembangan afeksi dan
perkembangan psikomotor yang bagus juga.
Anak usia sekolah dasar memerlukan berbagai kegiatan
untuk mengorganisasi informasi di dalam otak, apabila anak hanya diberi sedikit petunjuk, maka
anak
akan mengalami kesulitan untuk memahami apa yang telah
anak lihat dan pelajari.[18]
Anak usia sekolah dasar memerlukan kegiatan pembelajaran
yang menarik di kelas. Sekolah berperan penting untuk
menumbuhkan semua aspek perkembangan pada anak. Salah satu perkembangan yang dapat
dioptimalkan yaitu aspek kognitif.
Perkembangan
anak pada usia sekolah dasar tergolong sangat pesat, begitu juga dengan perkembangan
memorinya. Abu Ahmadi menyebutkan bahwa “Jika dilihat dari faktor usia, ingatan
paling tajam pada diri manusia adalah pada masa kanak-kanak, dan ini baik
sekali untuk daya ingatan mekanis, yakni daya ingatan yang hanya untuk
kesan-kesan pengindraan. Sesudah umur ini, kemampuan mencamkan dalam ingatan
juga dapat dipertinggi, tetapi hanya untuk kesan-kesan yang mengandung
pengertian (daya ingatan logis).”[19]
Dapat
disimpulkan bahwa memori pada anak usia sekolah dasar mencapai tahapan memori
paling kuat jika dibandingkan dengan usia-usia lainnya. Daya ingat anak pada
usia ini bisa bertahan dalam waktu yang panjang. Sebagai orang tua maupun guru,
seharusnya berhati-hati dalam menyampaikan informasi kepada anak, karena
informasi yang ditangkap anak akan diingat dalam waktu yang panjang. Jika orang
tua atau guru salah memberikan informasi, ditakutkan anak akan berpedoman pada
informasi yang salah tersebut hingga ia dewasa.
Pemilihan
strategi pembelajaran oleh guru sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan prestasi
belajar siswa, karena jika guru kurang tepat dalam mengaplikasikan strategi
pembelajaran dikhawatirkan siswa menjadi bosan terhadap pelajaran dan tentunya
akan mengganggu konsentrasi dalam belajar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagai
seorang guru seharusnya bukan hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran namun
juga harus dipikirkan bagaimana upaya yang dilakukan agar materi yang dibahas
sampai ke memori anak dalam jangka waktu yang lama bahkan selamanya. Rose & Nicholl
menyatakan bahwa belajar dengan melibatkan beberapa indera dan emosi positif itu sangat penting
yang berpengaruh pada memori menjadi bersifat menetap, tergantung pada bagaimana kekuatan
informasi dimasukkan
pertama kali ke otak.[20]
Upaya peningkatan daya ingat anak memerlukan adanya kesadaran
dari para guru untuk mengubah cara penyampaian materi pembelajaran, dari yang
tidak bervariasi menjadi yang menarik minat serta perhatian anak didik. Guru
perlu menggali potensi diri untuk meragamkan kegiatan pembelajaran demi meningkatkan
kemampuan kognitif anak.
Strategi Empty
Outline dapat dijadikan sebagai salah satu alat untuk mengasah ketajaman
pola pikir anak. Selain itu, sistem kerja Empty
Outline yang melibatkan kedua belah otak akan lebih memudahkan pemahaman
peserta didik sehingga ingatan tentang suatu pelajaran dapat melekat kuat di
dalam memorinya. Hal tersebut akan menguntungkan bagi pelajaran yang mengandung
unsur nilai, karena dengan ingatan akan suatu nilai yang mendalam maka, tentu
akan lebih mudah untuk memahami, menghayati, dan mengaplikasikan nilai tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan penerapan strategi ini diharapkan siswa lebih
aktif dan serius dalam mengikuti pelajaran sehingga hasil belajarnya akan
meningkat dan anak lebih bisa memahami materi pelajaran.
Langkah-langkah dalam strategi Empty Outline adalah:[21]
a. Pilihlah bacaan sesuai dengan topik pembahasan yang
telah ditentukan,
b. Siapkan format tabel yang akan ditugaskan kepada siswa
untuk mengisinya,
c. Bagikan bacaan kepada masing-masing siswa, kemudian
tugaskan mereka untuk membacanya dengan seksama,
d. Mintalah siswa untuk mengisi tabel yang telah
dipersiapkan,
e. Mintalah siswa untuk bergabung dua-dua(dengan teman
disebelahnya) kemudian mendiskusikan hasil kerja mereka,
f. Mintalah masing-masing siswa untuk memprsentasikan
hasil pekerjaan mereka setelah diskusi,
g. Berikan klarifikasi terhadap hasil kerja siswa agar
tidak terjadi kesalahan.
Dengan adanya baris-baris kosong, diharapkan siswa
mampu memaksimalkan daya ingatnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Anni Rohmahwati, dengan menggunakan penelitian tindakan kelas dengan dua
siklus, menyatakan bahwa dengan penggunaan strategi Empty Outline sudah berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Yakni
dengan cara guru mempersiapkan beberapa format tabel atau baris-baris kosong yang
berkaitan dengan mata pelajaran Fiqih mengenai rukun Islam dapat membantu siswa
lebih termotivasi untuk belajar. Kemudian diteruskan dengan refleksi mampu
membuat siswa menjadi aktif, kreatif, dan semangat dalam mengikuti proses
belajar, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas I MI
Muhammadiyah Beji Tulung Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014 pada mata pelajaran
Fiqih dengan pokok bahasan memahami rukun Islam.[22]
Pendapat tersebut terpapar jelas dengan adanya bukti
bahwa pada kondisi awal pra siklus nilai ulangan harian, siswa mendapat nilai
tertinggi 75 dan nilai terendah 30, dengan rata-rata kelas hanya 55 dan
ketuntasan belajarnya hanya 32,15% pada akhir siklus I nilai tertinggi naik
menjadi 90 sedangkan nilai terendahnya adalah 40 dengan rata-rata kelas 67,14
dan ketuntasan belajar menjadi 53,57%. Sedangkan pada akhir siklus II mengalami
perubahan yakni dengan nilai tertingginya menjadi 100, nilai tertndahnya 50,
dengan rata-rata kelas 79,28, dan dengan ketuntasan belajarnya menjadi 85,71%.
Penulis juga mencoba membandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Etri Nilpida, yang juga menggunakan penelitian tindakan
kelas. Etri menyatakan bahwa data awal dari 22 orang siswa hanya 4 orang yang
mendapat nilai baik, yang memperoleh nilai cukup 3 orang dan mendapat nilai
kurang berjumlah 15 orang. Pada siklus I terjadi peningkatan dari 22 orang
siswa, 4 orang yang mendapat nilai sangat baik, 6 orang mendapat nilai baik, 9
orang mendapat nilai cukup dan mendapat nilai kurang 3 orang. Sedangkan pada
siklus II juga terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari seluruh jumlah
siswa 6 orang siswa memperoleh nilai sangat baik, 13 orang siswa memperoleh
nilai baik dan 3 orang mendapat nilai cukup. Dijelaskan pada data awal hasil
belajar siswa berada pada kategori cukup dengan rata-rata 55% terjadi
peningkatan dengan rata-rata 65%, selanjutnya pada siklus II juga terjadi
peningkatan dengan rata-rata 75%.[23]
Dari dua penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa
sebelum guru menggunakan strategi Empty
Outline hasil belajar siswa bisa dikatakan dibawah KKM. Namun, setelah guru
melakukan perbaikan dalam proses mngajar yakni dengan menggunakan strategi Empty Outline, hasil belajar siswa
menjadi di atas KKM artinya, tujuan dari pembelajaran telah tercapai dengan
baik.
KESIMPULAN
Meningkatnya hasil belajar
pada siklus II dibandingkan pada siklus I menunjukan bahwa perbaikan
pembelajaran yang di terapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi.
Artinya, perencanaan pembelajaran yang dibuat sesuai untuk mengatasi permasalahan
rendahnya hasil belajar siswa yang terjadi di dalam kelas dan menambah daya
ingat anak selama ini. Meskipun daya ingat yang dimiliki anak satu dengan anak
yang lain berbeda-beda, namun sebagian besar anak sudah mengalami peningkatan.
Empty Outline dapat membantu siswa dalam memahami dan juga menjadikan pelajaran lebih
bermakna. Selain itu, siswa juga akan mudah dalam memahami serta mengingat
materi-materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Keberhasilan
ini disebabkan dengan penerapan Strategi Empty Outline hasil belajar
siswa menjadi lebih baik yang berarti siswa cenderung positif dalam mengikuti
proses belajar mengajar yang diberikan guru maupun dalam melakukan diskusi di dalam
dan antar kelompoknya. Dengan kondisi tersebut maka tingkat penerimaan dan pemahaman
siswa akan meningkat.
[1]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi
Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:
Kencana, 2008), hlm. 1.
[2]Darmansyah, Strategi Pembelajaran menyenangkan dengan Humor, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), hlm. 11.
[3]Hisyam Zaini, dkk., Strategi Pembelajaran Aktif di
Perguruan Tinggi,( Yogyakarta, CTSD: 2002), hlm. 130.
[4]Anni Rohmahwati, Upaya Meningkatkan Pemahaman Fiqih Mengenai
Rukun Islam Melalui Metode Empty Outline Kelas I Madrasah Ibtidaiyah
Muhammadiyah Beji, Skripsi, (Yogyakarta:2014), hlm. 7.
[7]Laura A. King, Psikologi Umum(sebuah Pandangan Apresiatif), (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), hlm. 396.
[8]Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 73.
[9]Khrisna Pabhicara, Rahasia Melatih Daya Ingat, (Jakarta:
Kayla Pustaka, 2010), hlm. 33.
[10]James Patrick Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi diterjemahkan oleh
Kartini Kartono, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm. 295.
[11]Mahesh Kapadia, Daya Ingat (Bagaimana Mendapatkan yang
Terbaik), (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003), hlm. 5.
[12]Abu Ahmad & Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta:
Rineka Cipta, 2005), hlm. 94.
[13]Mahesh Kapadia, Daya Ingat (Bagaimana Mendapatkan yang
Terbaik), (Jakarta: Pustaka Populer Obor, 2003), hlm. 36.
[14] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta:
Andi, 2004), hlm. 148.
[15]Shinta Ayu, Amazing Midbrain: Dahsyatnya Otak Tengah, (Yogyakarta: Araska,
2010), hlm. 11.
[16] Rahmani Astuti dkk., SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung:
Mizan, 2000), hlm. 39.
[17]Adnan Hasan Shalih Baharits, Mendidik Anak Laki-laki, terjemah
Syihabuddin, (Jakarta: Gema Islami, 2007), hlm. 249.
[18]Siti
Aisyah dkk., Perkembangan dan
Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Universitas Terbuka, 2009), hlm. 32.
[19] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 74.
[20]Colin Rose & Nicholl, J. Malcolm, Accelerated
Learning (For The 21st Century), Penerjemah: Dedy Ahimsa, (Bandung:
Penerbit Nuansa, 2006), hlm. 72.
[21]Anni
Rohmahwati, Upaya Meningkatkan Pemahaman
Fiqih Mengenai Rukun Islam Melalui Metode Empty Outline Kelas I Madrasah
Ibtidaiyah Muhammadiyah Beji, Skripsi, (Yogyakarta:2014), hlm. 10-11.
[23]Etri
Nilpida, Penerapan Strategi Empty
Outline Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Materi Surat Al-Adiyat Mata
Pelajaran Al-Qur’an Hadist Di Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Negeri I Pekanbaru,
Skripsi,
(Pekanbaru:2011), hlm. 53.
Langganan:
Komentar (Atom)